Saya merenung pada kegagalan diri, bertanya-tanya entah pada siapa. Akhir zaman ini, banyak orang mengingatkan orang lain dengan caranya, mungkin tidak selalu menggunakan cara terbaik namun sering mereka katakan dengan “caranya”. Ada yang dengan emosi kemarahan, menggunakan kata kotor atau kata kasar, mengkritik di depan umum dengan nada keras dan menyinggung, sampai membuka aib orang lain, mengatakan alasannya demi untuk pembelajaran orang lain, lalu mereka melindungi caranya dengan pembelaan “ya ini caraku”, “ya biar ada dinamika”, “ini idealismeku”, dan lain-lain. Kalau kita tinjau kembali pada cara Rasulullah, yaitu tutur kata serta perbuatannya, beliau adalah pendakwah yang lembut. Tidak pernah berkata untuk menyakiti seseorang, menutupi aib saudaranya, menasihati orang dengan tidak kasar dan tidak mempermalukan di depan umum, tidak keras kepala, jika dakwahnya gagal maka beliau mengevaluasi diri sendiri bukannya orang lain, jika cara beliau dikritik maka beliau tidak akan mengkritik balik orang lain, melainkan menerima dan senantiasa memperbaiki caranya. Bayangkan, orang termulia dengan cara terindah seperti itu saja, di zaman dahulu yang belum seperti sekarang, masih saja tidak sepenuhnya dakwah beliau diterima. Masih ada tentunya orang-orang yang tidak mengakui dan bahkan menolak secara terang-terangan. Jika melihat akhir zaman seperti sekarang, dimana pengikisan nilai-nilai luhur telah banyak terjadi, jika tidak mengikuti cara Rasulullah melainkan menggunakan cara yang keras, kasar, atau tidak lemah lembut, pertanyaannya apakah kemungkinan bisa lebih berhasil kalau kita ingin menyampaikan kebaikan itu? Ataukah memang kita sebenarnya sudah tahu jika terkadang cara kita kurang efektif, tetapi ada niat lain di situ yaitu hanya ingin memuaskan hasrat ego semata? Oh, saya harus berbenah diri. Saya juga tidak mengatakan diri saya orang baik, saya hanya senantiasa berusaha ingin menjadi lebih baik.
Minggu, 10 Desember 2017
Minggu, 29 Oktober 2017
Manajemen Akuakultur
Manajemen akuakultur
adalah perencanaan, pengaturan, pengoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya dan beberapa aspek yang bersangkutan dengan akuakultur
guna menciptakan kondisi yang ideal pada sistem budidaya perikanan. Ilmu
manajemen dalam akuakultur sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam
budidaya. Manajemen akuakultur mengajarkan beberapa hal berkaitan dengan
pengetahuan yang harus dimiliki oleh pembudidaya, beberapa di antaranya adalah
proses pengangkutan, aklimatisasi, dan uji stres.
Proses pengangkutan termasuk teknik penting
yang harus diketahui oleh pembudidaya, karena jika proses pengangkutan gagal
maka benih yang diangkut untuk kebutuhan budidaya akan mati. Proses
pengangkutan menggunakan suhu rendah untuk meminimalisasi benih budidaya dari
gangguan stres. Es batu digunakan untuk proses pengangkutan ikan, namun
kebutuhan es batu harus diperkirakan agar ikan tidak mati membeku. Penggunaan
es batu dimaksudkan untuk menurunkan tingkat metabolisme pada organisme
budidaya yang diangkut agar tidak banyak mengeluarkan tenaga. Kondisi suhu
rendah akan mengurangi banyaknya tenaga yang terbuang dan dapat memperlambat
proses metabolisme sehingga ikan yang diangkut dapat bertahan dalam kondisi
yang cukup lama, mulai dari hitungan menit sampai hari sekalipun.
Aklimatisasi
merupakan proses penyesuaian atau pengadaptasian fisiologis suatu organisme
terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Aklimatisasi pada
perikanan kerap kali berkaitan dengan suhu. Ikan yang baru datang dalam kondisi
dalam plastik pengemasan, idealnya sebelum ditebar ke akuarium, kolam, atau
tambak baiknya dilakukan penyesuaian suhu air dalam plastik kemasan ikan dengan
air yang berada pada media di luar plastik kemasan. Aklimatisasi dilakukan
dengan mencelupkan plastik berisi air dan ikan ke media air tempat ikan
dipindahkan. Tanda jika suhu luar dan dalam sudah sama, yaitu terjadi
pengembunan pada plastik pengemasan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar saat
ikan yang umumnya pasti mengalami stres dalam proses pengangkutan, tidak
mengalami shock atau kaget saat dipindahkan ke media air lain. Stres dalam
organisme budidaya perairan dapat mengakibatkan dampak yang sangat fatal bagi
organisme budidaya.
Uji
stres dan ketahanan pada organisme budidaya juga merupakan dua hal lain yang
harus dimiliki pembudidaya di samping teknik pengangkutan dan aklimatisasi pada
benih ikan atau udang. Uji stres yang dilakukan biasa menggunakan garam atau
formalin. Dua uji ini biasa dilakukan pada
benur (benih udang) atau nener (benih bandeng) yang akan ditebar untuk
dibudidaya. Uji menggunakan garam merupakan uji penyesuaian salinitas yang
berbeda pada ikan. Salinitas menentukan kemampuan ikan atau udang dalamn
mengatur sistem osmoregulasi pada ikan, jika ikan atau udang yang diuji pada
salinitas berbeda tetap hidup maka benih ikan atau udang tersebut layak
digunakan. Uji salinitas dilakukan pada perbedaan yang tidak terlalu mencolok,
biasanya berbeda 5 sampai 15 ppt. Uji menggunakan formalin dilakukan dengan
konsentrasi dan waktu tertentu. Konsentrasi formalin yang digunakan bisa 100
ppm dengan waktu mulai dari 5 menit sampai 30 menit. Uji menggunakan formalin
ini untuk menentukan benih udang sehat atau tidak, serta bisa menghilangkan
penyakit yang menempel pada benur.
Praktik
lainnya pada manajemen akuakultur adalah memelihara ikan di akuarium dan juga
di kolam budidaya secara langsung. Pemeliharaan ikan di akuarium dilakukan
dengan pengontrolan kualitas air secara terkontrol setiap hari dengan indikator
terkontrol seperti pH, suhu, amoniak, DO atau oksigen terlarut. Pakan yang
diberikan pada ikan budidaya juga harus dihitung seberat 3% berat tubuh dan dilakukan
juga penghitungan FCR atau rasio perbandingan pemanfaatan pakan dengan
pertambahan berat tubuh. Berat dan panjang ikan juga diamati untuk mengetahui
seberapa sukses perkembangan ikan yang dibudidaya. Budidaya ikan pada kolam
dengan membuat tanjaran mempunyai kondisi lingkungan yang lebih ekstrim lagi. Pengontrolan
kualitas air seperti pH, suhu, DO tetap harus dilakukan, namun kondisi alam
yang tidak bisa selalu dikontrol, kualitas air yang lebih dinamis, serta
predator yang tidak terduga bisa jadi penghambat dalam budidaya. Budidaya
adalah seni, seniman itu adalah KITA.
Sabtu, 14 Oktober 2017
Pemuda Zaman Now
Pemuda, zaman sekarang…
Yang hidup dimana
banyak terjadi pergeseran nilai dan budaya.
Ya mungkin pelaku
pergeseran tersebut adalah pemuda.
Suka menyalahkan, namun
tidak mau memperbaiki diri.
Buat tulisan kritikan dan
hinaan namun tak berani terlibat diskusi langsung, pengecut.
Membahas tentang peran pemerintah
dalam menangani banjir dan polusi, eh sadar dulu sudah kontribusikah kau dalam
kebersihan lingkungan? Jangan-jangan kau juga perokok, yang mana berperan
secara langsung mengotori kebersihan udara seseorang untuk bernapas, lalu
putungnya kau buang sembarangan sehingga mengotori lingkungan!
Segala filosofi kau
hubungkan dengan kopi, eh kenapa tidak air putih saja yang merupakan pelarut
universal dan memiliki filosofi jiwa yang bersih. Kopi itu tidak bagus jika
sering diminum, bisa melarutkan kalsium dalam tubuhmu sehingga mengganggu
pertumbuhan tulangmu.
Masih kayak kuning
telur mentah aja beraninya pacaran, iya kalo pake uang sendiri. Kalo uang orang
tua sih, eh ya kecut. Apa? Pake uang sendiri? Yauda nikahi aja, buat apa
lama-lama. Mau menikmati pacarmu dulu ta? Katanya sayang, kok seperti itu caranya?
Makan tuh cinta.
Buat meme dan misuh-misuhin
koruptor dan pejabat negara. Pernah kuliah titip absen gak? TA itu salah satu
bentuk korupsi kecil lho. Kuliah suka bolos dan titip absen aja ngece koruptor.
Cuih.
Geng-gengan? Healah
sudah gak zaman! Benci satu orang, satu geng rasan-rasan. Benci sana benci
sini, ada satu orang yang buruk, lainnya bukannya mengingatkan kebaikan eh
malah ikut-ikutan. Kok seperti anak SD ya.
Mungkin beberapa berspekulasi
jelek dan melakukan penghinaan tentang sistem birokrasi dan administrasi, emang
sudah pernah jadi birokrat atau semacamnya? Kalo belum tau, belajar dulu biar
gak keliatan bego saat mengkritik.
Sukanya menghina pemimpin
institusi, kota, provinsi, bahkan sampai negara. Buset lengkap dah. Orang
dihina berubah? Enggak. Kita menghina dapat pahala? Enggak. Kalo mendoakan
orang, bisa berubah? Bisa aja. Dapat pahala? Jika ikhlas bisa saja dapat. Lalu
kenapa tidak kau doakan?
Sukanya ngomong cak cuk
cak cuk, daripada meso-meso gitu mending diganti sama kata-kata yang baik. Meso
gak duso kok, digawe bahasa akrab konco. Yo kan iku seng meso bro, lek seng
ngrungokno risih kon gak ngerti kan.
Sukanya bilang sana
sini apatis, gak mau kontribusi, dan bahasa bahasa nista lainnya. Kamu membuang
sampah dan merokok bukannya bentuk kontribusi apatis secara langsung ya?
Lingkunganmu jadi kotor, orang yang kena rokok di sekitarmu jadi sesak napas.
Kau saja yang tidak peka.
Sibuk menghina model
penampilan seseorang, coba dilihat bajunya sendiri sudah memenuhi syariat
belum.
Sukanya menyalahkan apa
yang orang lain kasih, bukan apa yang kita kasih. Oy kesadaran diri, kalo
mentalnya minta-minta ya gak bakal dapet apa-apa. Semua tergantung diri
sendiri.
Pelajar sekarang mah kalo
disindir mengejar nilai biasanya rasan-rasan dosen di belakang dan gak terima,
tapi buktinya gak mau bolong absennya dan TA demi nilai softskill, ujian saling
nyontek. Udah jelas kan apa yang dikejar.
Mungkin mayoritas pemuda zaman now males mikir...
Mungkin mayoritas pemuda zaman now males mikir...
Mau mencibir penulis
dan tulisan ini? Boleh saja, tapi sebelumnya tolong merenung dulu dan beri kritik saran secara sopan dan terbuka. Jangan mengulangi keburukan seperti salah satu contoh
di atas lagi.
Selasa, 19 September 2017
Apatis Me
Siapa
yang tak panas dibilang apatis? Jika ada orang yang memang benar-benar apatis pun, pasti akan marah kalau dicap apatis. Bunyi dari kata apatis sepertinya sangat sensitif bagi pendengarnya. Selasa
malam 19 September kemarin adalah pertama kalinya kemesraan kumpul konco bareng.
Bahasannya bisa dibilang konsep santai, namun makna bahasan tersebut bisa juga menjadikan orang yang membahasnya menjadi tidak santai, sehingga
terkadang ada celetukan “Santai Wae”. Kumpul konco ini ya forumnya anak FPK UNAIR,
bukan forum salah satu badan organisasi atau pihak tertentu saja. Baik.
Intermezzonya sudah cukup, mari kita masuk ke topik kajian. Eeeh, topik cangkruk!!!
Semua
peserta cangkruk yang hadir pada malam itu bersatu padu tanpa membawa jabatan
atau kedudukan apapun, semuanya sama rata sama rasa sebagai keluarga. Berbagai argumen
mulai menghangatkan jalannya agenda cangkruk pada malam itu. Arti apatis
mendapat gambaran tersendiri dari berbagai individu. Ada yang menyebutnya
pandangan, proses, sifat buruk, ketidakpedulian, stigma, bahkan ada yang
mengatakan apatis itu tidak ada. Apapun argumen teman-teman pada waktu itu,
semua sebenarnya adalah satu titik yang sama. Hanya bolpoin dan cara menitiknya
saja yang berbeda. Keragaman karakter menyebabkan keragaman pendapat, keragaman
pendapat mewarnai kemesraan cangkruk malam itu.
Saya menyumbang sedikit pendapat
dalam percakapan malam itu bahwa apatis adalah proses, pandangan, dan kurang
kepedulian pada sekitar. Mayoritas yang hadir tidak menyanggah hal tersebut,
namun satu hal yang saya tidak setuju adalah bahwa apatis itu tidak ada. Apatis
menurut pendapat saya tetap ada, tetapi dalam contoh hal yang sangat sederhana
semisal membuang sampah sembarangan dan tidak mengatur etika merokok. Saya
tidak menyalahkan untuk teman-teman yang jarang aktif ikut berdiskusi ataupun
tidak aktif organisasi serta kepanitiaan, karena pada dasarnya manusia punya
kesibukkan berbeda untuk berkembang dan jalan sendiri untuk berkontribusi. It’s
okay, mereka semua benar dan saya sama sekali tidak memaksakan argumen saya untuk menjadi argumen yang paling perfect sebagai ajang pamer intelektual. Argumen
sing bener iku yo sing “enak dan isok diterimo” bareng.
Terlepas dari arti apatis
berdasarkan dari sudut pandang manapun, saya sangat bangga kepada teman-teman
yang hadir pada malam itu karena dengan kehadiran itu, menurut saya teman-teman
layak disebut tidak apatis karena minimal sudah mau hadir dan membahas tentang
apa itu apatis atau apatis, me. Romantisme cengkrama semakin terbentuk diselingi
alunan gitar dan nyanyian salah satu mahasiswa keluarga FPK. Dinamika cangkruk
pada malam itu lumrahnya naik turun berdasarkan tipe-tipe pendapat yang
dilontarkan, namun alur diskusinya tetap diarahkan untuk mencapai tujuan utama
pada malam itu. Yaitu bahagia dan melepas duka lara.
Saat
memasuki inti akhir pembicaraan, kesimpulan tema yang diusung yaitu “apatis me”
sebenarnya adalah sebuah renungan bagi insan-insan yang hadir pada malam itu.
Apapun apatis itu, semua kembali lagi ke diri kita. Apatis me. Apatiskah
aku? Apa aku sudah memberikan kontribusi yang maksimal bagi lingkungan dan
orang sekitarku? Yah, intinya kalau mau melakukan perbaikkan diri ya memang
harus sering merenung. Semoga idealisme mahasiswa-mahasiswa yang membara
seperti ini tidak mati, tetap hidupkan
budaya diskusi dan berpikir di FPK UNAIR.
Senin, 18 September 2017
Pentingnya Ilmu Kewarganegaraan
Pendidikan
kewarganegaraan adalah ilmu yang harus dipelajari tiap warga negara. Ilmu
kewarganegaraan sangat penting mengingat banyaknya konflik atau pergeseran budaya
maupun norma yang terjadi di suatu negara. Revolusi teknologi yang kini kian
berkembang adalah salah satu penyebab terjadinya globalisasi yang mengakibatkan
dunia seolah menjadi tanpa batas dan informasi apapun mudah diakses.
Telekomunikasi yang berkembang menyebabkan terjadinya percepatan jalan sejarah,
perkembangan transportasi juga menyebabkan dunia seakan menyempit, turis yang
berdatangan dengan mudahnya melakukan perdagangan sehingga budaya-budaya
eksternal masuk ke Indonesia dan menyebabkan tercampur aduknya budaya lokal
hingga melemahnya identitas bangsa Indonesia terjadi secara perlahan. Dunia
yang tanpa batas dapat menjadi sebab kosmopolit, munculnya multinational
corporation, dan liberalisasi. Global paradox juga menyebabkan kondisi
perusahaan besar melemah karena banyak karyawan ingin naik gaji, perusahaan
kecil seperti gojek menjadi kaya fungsi karena ketatnya persaingan yang
mendorong harus berpikir kreatif, dan pekerja yang unggul akhirnya banyak
dicari. Konflik budaya yang juga sering terjadi pada bangsa ini yaitu ortodox,
barat, muslim, dan lain-lain disertai konflik kekerasan seperti militer dan
dinamika gejolak demokrasi di negara maju. Permasalahan tersebut tentunya
merupakan suatu perhatian besar yang harus diselesaikan apabila suatu negara
ingin damai dan sejahtera.
Indonesia
adalah negara yang terdiri dari bermacam-macam karakter masyarakat. Karakter
merupakan sikap atau pola perilaku suatu individu. Sikap dipengaruhi oleh sifat
batin manusia. Sifat batin manusia sendiri disebut watak. Karakter masyarakat
menciptakan atmosfer budaya yang terjadi di suatu daerah atau negara. Karakter
yang berintegritas merupakan salah satu kunci sukses majunya sebuah negara.
Karakter dan watak merupakan pembentuk jati diri sebuah negara. Indonesia
sendiri mempunyai undang-undang yang bertujuan mulia untuk memajukan karakter
dan watak warga Indonesia, salah satunya adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003
Bab 2 Pasal 3 yang berisi tentang tujuan pendidikan nasional untuk membentuk
watak.
Indonesia
pada tahun 2012 memiliki visi menjadikan masyarakat yang religius, manusiawi,
bersatu, demokratis, sejahtera, maju, mandiri, baik, bersih dalam
penyelenggaraan negara. Visi tersebut dibangun demi mendukung kualitas sumber daya
manusia untuk memenuhi persyaratan kerja era global yang harus memiliki etika,
memahami karakter serta luwes dalam bekerja secara tim, dan mempunyai
intelektualitas. Pentingnya pendidikan kewarganegaraan di masa modern ini
selain untuk membina warga negara agar cinta tanah air, juga agar warganya siap
berkorban secara totalitas sepenuh jiwa untuk negara. Urgensi pendidikan
kewarganegaraan juga untuk melahirkan era demokrasi, pemahaman kerja demokrasi,
serta mengubah paradigma negatif. Contohnya dulu mahasiswa hanya dianggap sebagai
objek, doktriner, sentralistik, antidialog, dimana hal tersebut masih tergolong
paradigma feodalistik. Sekarang, mahasiswa lebih dianggap sebagai subjek
perilaku, dialogis, dan elemen potensial yang hal itu sudah termasuk paradigma
humanistik.
Jati
diri yang membentuk wajah bangsa, budaya, serta kekhasan yang terdapat pada
suatu negara menciptakan sesuatu yang dinamakan identitas nasional. Unsur
pembentuk identitas nasional sendiri meliputi sejarah bangsa, suku, agama,
budaya, bahasa. Lagu kebangsaan Indonesia Raya, Pancasila, dan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika merupakan contoh dari pembentuk identitas nasional di Indonesia.
Identitas nasional tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Identitas nasional dengan dasar keseragaman harus diimbangi dengan
semangat nasionalisme agar tetap kokoh dan untuk membentengi negara.
Nasionalisme
merupakan paham tentang kebangsaan dimana harus ada jiwa yang setia serta
totalitas pengabdian, aplikasinya mencintai serta semangat membela tanah air.
Nasionalisme mulai lahir pada zaman kolonialisme, saat Indonesia terjajah
bangsa asing dan rakyat mengalami kesulitan bersama, maka jiwa-jiwa patriotisme
pembela tanah air yang mempunyai tujuan bersama mulai muncul. Seiring
berjalannya waktu, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis yang sedikit demi
sedikit mulai menurunkan nilai nasionalisme, yaitu krisis multidimensi
(identitas) yaitu turunnya moral, kepemimpinan, budaya. Tantangan kehidupan
juga muncul dari sisi eksternal yaitu globalisasi dan modernisasi yang
menjadikan pribadi menjadi individualis serta pragmatis. Tantangan dari sisi internal
yaitu dari unsur pembentuk identitas nasional bangsa itu sendiri. Adapun
gangguan internal lain yang dapat merusak hidup bangsa, di antaranya
primordialisme (membanggakan suku berlebihan), radikalisme (sikap bebas sendiri
secara berlebihan), sektarian (beragama namun tidak toleran), dan melupakan
keadilan sosial.
Solusi
dari beberapa permasalahan di atas adalah pemberdayaan identitas nasional,
yaitu dengan merevitalisasi pancasila. Pancasila merupakan ideologi bangsa
Indonesia yang tersusun dari beberapa unsur yaitu perilaku, lambang bendera,
dan tujuan. Revitalisasi pancasila dapat dilakukan pada dimensi realitas yaitu
menanamkan sebagai cerminan hidup sehari-hari dengan menyisipkan nilai positif
dari pancasila ke dalam institusi pendidikan, menekankan idealisme pancasila
sebagai pemberi semangat, serta menekankan nilai fleksibilitas pancasila secara
terbuka. Hal itu tentunya juga harus dikuatkan dengan dukungan hukum. Pancasila
harus selalu direvitalisasi dan diimplementasikan dalam kehidupan karena
pancasila merupakan capaian demokrasi, konsensus nasional, dan pemersatu. Indikator
keberhasilan dari nilai pendidikan kewarganegaraan bisa dilihat dari penghormatan
sesama manusia, partisipasi politik, penyelenggaraan negara secara profesional,
budaya dan perilaku sportif, serta etika baik yang tertanam di setiap elemen
masyarakat. Mahasiswa yang pintar didasari moral adalah aplikasi dari nilai
pancasila, pedagang bakso yang jujur adalah aplikasi dari nilai pancasila,
karyawan yang rajin juga termasuk aplikasi dari nilai pancasila. Jadi, renungan
penutup dan intisari dari tulisan ini adalah karena ketahanan bangsa butuh
landasan yang kuat, maka nilai pendidikan kewarganegaraan dan revitalisasi Pancasila
harus selalu digencarkan untuk menguatkan identitas dan nasionalisme bangsa.
Budaya diskusi juga sangat penting dan harus dikembangkan sebagai solusi untuk
menghindarkan rakyat dari kebodohan.
Pesan
untuk warga Indonesia :
“Rakyat
yang bodoh akan maju bila dipimpin oleh pemimpin berintegritas, namun rakyat
yang cerdas akan lembek jika dipimpin oleh pemimpin bodoh.”
Antitesis
“Moral
pemimpin adalah akumulasi dari sifat rakyatnya”
Kesimpulan
“Maka,
jangan tanya apa yang pemimpin berikan padamu, jangan pula suka mencela
pemimpinmu. Kritik dan saran untuk orang lain memang hak, namun saling
memperbaiki diri yang utama. Mari instropeksi diri masing-masing untuk mencapai
suatu kemajuan bersama.”
Minggu, 06 Agustus 2017
Teruntuk Wanita
“Salam untuk para wanita”
Hai Wanita..
Janganlah Engkau banyak mengghibah orang lain.
Berbicaralah yang perlu, diamlah jika berkata tidak memberi manfaat,
karena nantinya Engkau adalah sosok yang akan mendampingi suamimu,
mengayomi dengan penuh kesabaran.
Mendidik penerus bangsa dengan penuh keikhlasan.
Redakan emosi suamimu, jangan Engkau menjadi anjing penyulut konflik.
Didiklah anakmu dengan baik dan santun.
Berbicaralah yang baik-baik, jangan menjadi hewan penggerutu.
Bagaimana perjalanan sebuah keluarga apabila seorang istri nantinya tidak bisa meredakan emosi.
Akan hancur sebuah keluarga apabila seorang wanita hanya menjadi penyulut.
Akan labil seorang anak jika mencontoh tingkah laku ibunya yang tidak bisa berlaku sebagaimana tugas seorang ibu, mengayomi dan mendidik dengan baik.
Jangan takut dicibir wanita lain jika Kau dianggap tak seperti mereka yang suka menggosip,
karena hakekat wanita bukan banyak berbicara.
Diam itu emas adalah utama.
Prinsip kebijaksanaan tidak bisa terhapus oleh kultur yang menyimpang.
Jadilah wanita yang berbeda.
Karena wanita adalah tonggak kemajuan bangsa.
Laki-laki tanpa wanita cerdas di sampingnya tak akan menjadi laki-laki hebat.
Anak tanpa kesantunan dari seorang Ibu hanya akan menjadi debu.
Hai Wanita..
Janganlah Engkau banyak mengghibah orang lain.
Berbicaralah yang perlu, diamlah jika berkata tidak memberi manfaat,
karena nantinya Engkau adalah sosok yang akan mendampingi suamimu,
mengayomi dengan penuh kesabaran.
Mendidik penerus bangsa dengan penuh keikhlasan.
Redakan emosi suamimu, jangan Engkau menjadi anjing penyulut konflik.
Didiklah anakmu dengan baik dan santun.
Berbicaralah yang baik-baik, jangan menjadi hewan penggerutu.
Bagaimana perjalanan sebuah keluarga apabila seorang istri nantinya tidak bisa meredakan emosi.
Akan hancur sebuah keluarga apabila seorang wanita hanya menjadi penyulut.
Akan labil seorang anak jika mencontoh tingkah laku ibunya yang tidak bisa berlaku sebagaimana tugas seorang ibu, mengayomi dan mendidik dengan baik.
Jangan takut dicibir wanita lain jika Kau dianggap tak seperti mereka yang suka menggosip,
karena hakekat wanita bukan banyak berbicara.
Diam itu emas adalah utama.
Prinsip kebijaksanaan tidak bisa terhapus oleh kultur yang menyimpang.
Jadilah wanita yang berbeda.
Karena wanita adalah tonggak kemajuan bangsa.
Laki-laki tanpa wanita cerdas di sampingnya tak akan menjadi laki-laki hebat.
Anak tanpa kesantunan dari seorang Ibu hanya akan menjadi debu.
Sabtu, 01 Juli 2017
Ghazwul Fikri
Mari kita sedikit membahas tentang organisasi bernama ISIS. Saya bertaruh Anda langsung terbayang dengan pemberontakan, bom, perang, bahkan pembunuhan karena kerap kali
media memberitakan ISIS sedang dalam pertempuran dengan negara - negara besar. ISIS (mungkin) adalah sekelompok orang Islam yang berasal dari
Irak dan Suriah. Lah tapi ISIS sebenarnya siapa? Apa tujuan mereka? Mengapa kok mereka diperangi? Siapa yang mendukung dan membekali mereka? ISIS itu orang-orang murni Islam mujahid fi sabilillah atau teroris sih? Eksistensi ISIS menyebabkan pergolakan di dunia bahkan sampai berhubungan dengan pandangan terkait Islam. ISIS menganggap kaum yang berseberangan dengannya
sebagai takfiri alias kafir. Sebaliknya, pejuang di Suriah yang sampai sekarang bergelut melawannya malah menganggap ISIS
sebagai kelompok khawarij. Kini sekelompok gerilyawan yang dianggap teroris internasional terkaya tersebut ingin menguasai eropa BAHKAN DUNIA!
Kali ini hal yang ingin penulis bahas bukanlah sejarah atau kisah si ISIS, namun "kita dan ISIS". Tanpa disadari kita semua berkembang menjadi individu maupun suatu golongan masyarakat yang idealis, ngakunya berprinsip. Oke. Namun siapa sangka, di era modernisasi ini banyak substansi dan esensi yang mulai luntur. Kita dibutakan oleh sesuatu yang bernama media, padahal tugas utama media adalah menyebarkan berita dan membebaskan masyarakat dari kebodohan.
Selama ini kita selalu menganggap bahwa kita Islam yang benar, sedangkan ISIS adalah Islam tidak benar. Yakinkah kita dengan anggapan kita sendiri? Adakah yang berani menjamin bahwa kita adalah yang benar dan mereka yang salah? ISIS yang selama ini kita lihat adalah sekelompok gerilyawan yang suka membunuh, tapi yang saya lihat mereka memperjuangkan Islam. Baiklah jika Anda tidak sepakat mereka memperjuangkan Islam, namun coba lihat aksesoris yang mereka pakai dan hal yang mereka lakukan. Coba bandingkan aksesoris hedon yang kita kenakan dan hal-hal apa saja yang telah kita lakukan selama ini. Kita lebih baik? Mungkin beberapa pendapat masih menganggap kita kaum elitis yang paling benar. Kita yang selama ini hidup di era modernisasi, mengaku sebagai orang benar yang tidak seperti mereka namun tidak banyak hal berarti yang kita lakukan. Lantas kita menyebut mereka mutlak salah dan kita pasti benar? Saya di sini bukan golongan ISIS atau semacamnya, juga bukan golongan Islam moderat, Islam abangan, Islam kejawen, dan lain sebagainya. Saya adalah orang Islam. Saya hanya ingin mengajak para pembaca untuk memutar otak dan merenung dengan batin masing-masing dengan tulisan ini. Saya ingin kita semua BERPIKIR.
Saya takut dengan pernyataan "Islam datang kepada manusia dengan keasingan dan akan kembali dalam keadaan asing". Itu kata-kata yang selalu saya renungkan dalam diri sendiri. Kita sekarang sedang berada di akhir zaman, tidak mustahil bahwa sebentar lagi mungkin Islam yang sebenar-benarnya akan atau sudah berada dalam kondisi "asing". Bagaimana jika ternyata ISIS adalah yang dimaksud kaum Islam minoritas akhir zaman yang terasingkan itu? Bagaimana jika kita justru termasuk kaum mayoritas yang termasuk golongan orang-orang munafik? Siapa tahu, media sekarang mudah dalam membolak-balikkan fakta. Kita tidak tahu pasti apa yang terjadi di luar sana, mungkin saja ISIS memang salah atau mungkin saja kebenarannya diselewengkan. Kita di sini sedang asiknya berhura-hira, sedangkan di sana susah payah berjuang. Lalu kita anggap diri kita yang benar dan mereka yang salah. Tak ada yang tahu siapa yang benar atau salah. Siapa tahu...
Kebenaran hanya milik Allah SWT, tugas kita hanyalah terus berpikir, berusaha, dan berjuang. Yang tahu atas kebenaran tersebut juga hanya Allah SWT. Wallahu a'lam.
Kebenaran hanya milik Allah SWT, tugas kita hanyalah terus berpikir, berusaha, dan berjuang. Yang tahu atas kebenaran tersebut juga hanya Allah SWT. Wallahu a'lam.
Jumat, 28 April 2017
Aroma Khas Pengkhianat
Pada suatu pagi yang lembab disertai embun berkabut, datang sebuah kapal
muatan yang mengangkut banyak hewan. Saat moncong kapal menyentuh dermaga,
segera pintu kapal dibuka. Para hewan keluar dengan tenang, berbaris rapi, ada
yang dirantai dengan hati-hati. Proses penurunan hewan awalnya berjalan mulus,
tetapi karena kurangnya koordinasi, akhirnya beberapa hewan yang tak dikawal
pun melarikan diri. Beberapa berhasil ditangkap, namun ada yang berhasil kabur lalu sembunyi atau entah pergi kemana. Seekor kambing muda nan lincah berhasil
sembunyi di semak belukar yang tinggi serta rimbun tak jauh dari dermaga. Sang
kambing berkamuflase dibalik gegap gempita aktivitas para manusia di kala itu.
Tak terasa sudah dua hari sang kambing bersembunyi di bawah semak belukar
itu, rasa lapar mulai menerpanya. Dalam hati, sang kambing berpikir “Ah, lebih
baik kumakan saja rerumputan ini agar aku tak mati kelaparan.” Tiba-tiba sang
rumput berkata, “Lebih baik jangan kau makan aku, jika aku tidak rimbun lagi
maka persembunyianmu akan terbongkar.” Mendengar hal itu maka sang kambing
berpikir, “Benar juga, kalau aku memakan rumput ini terlalu banyak maka aku
bisa terlihat. Namun jika kumakan sedikit apa salahnya, toh nanti rumput itu
akan tumbuh lagi.” Dengan nggeragas si kambing itu memakan rerumputan, lupa
dirilah si kambing itu sampai memakan terlalu banyak karena rakusnya. Si rumput
menjawab, “Sudah Mbing, aku khawatir diriku ini lama-lama akan habis dan kau
akan ditangkap karena tidak ada yang menutupimu lagi.”Si kambing pun terharu,
akhirnya sang kambing memutuskan untuk puasa beberapa hari tanpa makan.
Hari demi hari silih berganti, si kambing mulai kering kerontang karena tak
mendapat asupan makanan yang cukup. Kembali si kambing ini berpikir, “Kalau aku
menunggu tumbuhnya rumput, lama-lama aku bisa mati kelaparan. Lebih baik
kumakan lagi, toh rumputnya masih lebat dan nanti juga akan tumbuh lagi.”
Akhirnya sang kambing pun memakannya kembali. Si rumput yang menyadari bahwa si
kambing memakannya kembali, mulai menitihkan air mata. “Hai Mbing, hari demi
hari kelebatan diriku semakin berkurang, sedangkan Engkau tidak henti-hentinya
memakanku. Aku takut nanti dirimu bisa terlihat oleh sekawanan manusia itu.” Si
kambing yang tenggelam dalam nafsu tak menghiraukan perkataan si rumput, malah
melanjutkan melahap santapannya. Dua minggu pasca kambing melarikan diri,
semakin tipislah si rumput. Semak belukar yang tadinya banyak rerumputan
menjulang tinggi, kini sudah tak seperti dulu kala. Tiap orang yang melewati
semak belukar itu, mulai curiga jika ada sesuatu dibalik semak itu. Sang
kambing yang baru menyadari hal tersebut, mulai resah karena pertumbuhan rumput
itu lebih sedikit daripada jumlah porsi yang dimakannya. Waktu
terus berjalan, tersiksa oleh kesepian dan ketiadaan pangan membuat kambing
stres berat serta dilanda dilema yang sangat pekat. Akhirnya, dengan akal
pendek dan keputusan yang sembrono si kambing memutuskan tuk memakan lagi
rumput yang tersisa untuk memenuhi hasrat perutnya. Si rumput lalu menangis
tersedu-sedu dan mengatakan ucapan perpisahan, “Mbing, maafkan aku. Sepertinya
setelah ini aku akan habis karena Engkau tak henti-hentinya memakanku, mohon
maaf juga jika pertumbuhanku lambat dan tidak kuasa melindungimu lagi setelah
ini karena kecepatan pertumbuhanku tidak sebanding dengan diriku yang kau
makan. Aku akan selalu mendoakan apapun demi kebaikanmu nantinya, walaupun kau
mengkhianati pertolonganku..”
Esoknya, datang beberapa manusia mengerubungi si kambing yang masih
tertidur pulas karena kenyang setelah menyantap rerumputan. “Wah, sepertinya
ini salah satu kawanan yang lepas dari rombongan kapal beberapa minggu lalu
itu.” kata seseorang di situ. “Wah benar sekali, lebih baik kita bawa pulang
saja kambing ini daripada terlantar
seperti ini.” Akhirnya salah satu di antara orang-orang itu pun membawa si
kambing muda dan merawatnya di halaman rumahnya. Si kambing yang gelagapan
awalnya, merasa bersyukur karena tidak disiksa oleh sekawanan manusia yang
menemukannya. Beberapa bulan kemudian, si kambing muda tadi menjadi gemuk
karena nutrisinya selalu dipenuhi oleh sang majikan. Setelah tenggelam dalam
kebahagiaan, tiba-tiba kabar sial terdengar sampai ke telinga kambing bahwa
sang majikan akan memakannya. Apalah daya si kambing yang dirantai oleh sang
majikan sehingga tidak bisa kabur. Namun karena suatu hari sang majikan
terbelit hutang, maka sang majikan pun memutuskan untuk menjual kambing pada
seorang saudagar kaya di daerah tersebut. Setelah si kambing sampai di tangan
saudagar tersebut, si saudagar itu langsung memanggil orang untuk menyembelihnya.
Ternyata daging kambing tersebut akan dijadikan santapan bersama pada acara
pesta perkampungan tersebut. Kambing yang awalnya kering kerontang dan
dipelihara sampai gemuk, kini telah menjadi steak daging berbalut saus keju
mayonaise. Kini kambing matang tersebut memiliki bau yang berbeda, khas aroma
sang pengkhianat.
Berdasarkan cerita di atas, timbul sebuah pertanyaan besar yang sebenarnya
menjadi dilema. Yaitu, jika kita menjadi kambing, maka hal apa yang akan kita
lakukan?
Kamis, 27 April 2017
Abu Mewarnai Hari
Hiruk pikuk berkecamuk
Gelisah berpeluh tiada arah
Setumpuk hajat menggunduk
Menanti kebangkitan dari jiwa yang lelah
Kali ini, hajat itu menyangkut urusan hati
Sebagaimana hukum mutlak hidup dan mati
Rasa yang tampaknya tak dapat disanggah oleh logika lagi
Menjatuhkan diri ini ke dalam lubang keresahan berhari-hari
Mungkin ini salah satu puisi receh seorang remaja tak berkelas
Yang "mencoba" memadu emosi dengan dinamika berintuisi yang khas
Menata sekata demi kata tuk jadikan rangkaian kalimat puitis
Daripada membual janji-janji manis
Sebuah kisah, suatu momen yang melukis pilu. Sungguh, itu kusebut "cinta". Entah kenapa aku tak bergairah setelah mendengar kata itu, sepertinya ada serpihan yang terbawa di dalamnya. Ah salah, bukan cinta yang membawa serpihan perasaanku, namun cintalah yang menyebabkan perasaan ini hancur menjadi serpihan. Bukan begitukah cerpenis atau penulis novel romance zaman kini merangkai kata dalam satuan karya-karyanya tuk menghiburmu yang sayu-sayu dalam dilema?
Ceritaku dimulai saat kutemukan seseorang yang cantik dalam jelita serta mulia dalam perangai. Mungkin gadis itu terlihat begitu, mungkin memang faktanya begitu, atau mungkin opiniku yang dikuasai nafsu sehingga pandanganku terhadapnya menuju ke sana. Begitulah pikiran pemuda yang sedang dirundung asmara. Awalnya semua terlihat baik-baik saja, hingga entah apa yang membuat kami sering bertemu. Kebersamaan yang sering ini membuatku tak tahan, mengungkapkan rasa bagiku adalah suatu kesalahan sedangkan diam mematung seperti menenggelamkan diri dari bumi saja. Semakin terikat jalinan kasihku terhadapnya, hal itu semakin menyadarkanku akan kehampaanku yang sebenarnya. Aku menyukainya, tetapi sengaja aku tidak memperlakukannya dengan mengistimewakan dirinya. Toh kalo bukan jodoh ya sudah, kalo jodoh yasudah. Ya, tapi aku tetap mengistimewakannya di dalam hatiku. Kutulis beberapa tulisan untuknya, sampai pada suatu saat dia merecehkanku. Aku yang terlalu memaku perspektif yang berlebihan, atau mungkin memang datang tanda waktunya menjauh. Nama yang tertera dalam buku catatanku, mendadak menusuk tajam balik ke arah pandanganku seolah merobek logikaku yang tak mampu menerima bahwa mungkin dia tidak cocok bagi diriku. Aku meminta seorang teman tuk menghapus namanya, menghapus seseorang dari perasaanku hanya sesederhana itu, terkadang. Namun hal yang tidak bisa kumunafiki adalah bahwa aku memunafiki diriku sendiri jika aku sudah menghapus dirinya. Lalu aku berpikir, jika penghapus takkan mampu menghapus sepenuhnya, mungkin bara api bisa menghilangkan semua kenangan itu. Ternyata dugaanku salah besar, selembar kertas berisi tulisan puitis itu tetap menyisakan sesuatu walau telah dijilati bara api. Mungkin memang tidak ada hal yang bisa dihapus sepenuhnya, termasuk perasaan. Demikian, kututup hari ini dengan membakar puisi cintaku, kuwarnai hariku dengan remahan abu surat itu.
-Kamis, 27 April 2017-
Karena aku seorang pemikir~
Aku melihat seseorang yang sepuh nan teguh.
Berjalan dengan tunduk tanpa mengeluh.
Menjejak tanpa ragu dan semakin menjauh.
Parasnya menegaskan tak seperti insan yang angkuh.
Kuamati beliau yang menurutku "tampak" fakir.
Jalannya nampak seperti sambil berpikir.
Geraknya juga sambil berpikir.
Bernapas pun selalu tampak berpikir.
Lama-lama kutersadar bahwa jiwaku yang kikir.
TIDAK, TERNYATA BELIAU TAK FAKIR!
Berjalannya adalah sambil berpikir kemana arah jiwa dan raganya dibawa tuk menuju sesuatu yang disebut "kemuliaan".
Geraknya berpikir untuk melakukan perubahan dan kebermanfaatan seperti apa ke depan.
Bernapasnya adalah memikirkan kematian, ya. Kematian bisa datang kapan saja, entah kapan amanah ruh ini akan diambil kembali.
Ada orang yang terlihat cerdas namun tak begitu berilmu.
Ada yang biasa saja namun begitu berilmu.
Aku yang mana? Tidak, jangan-jangan lebih buruk dari dua pernyataan itu.
Bukan karena aku tak cerdas.
Bukan karena aku tak berilmu.
Tapi mungkin karena aku kurang "berpikir".
Sedikit diberi nikmat kecerdasan saja aku sudah terlena.
Sedikit ilmu yang hanya bagai satu tetes air dibanding air di lautan saja aku sudah sombong.
Katanya padi semakin berisi semakin merunduk, apakah harus menjadi seorang yang sepuh dulu baru dikatakan padi yang berisi?
Lalu, seorang pemuda sepertiku harus apa?
Ya mungkin harus selalu berpikir, karena aku seorang pemikir~
Selasa, 25 April 2017
Bangkitlah Pemuda!
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk refleksi diri untuk pemuda terutama mahasiswa mengenai gejolak dari masa lampau sampai era reformasi yang masih berjalan sampai saat ini...
Tahun 1908, berdirilah sebuah organisasi yang menjadi tonggak awal pergerakan nasional, wadah pergerakan pertama di Indonesia yang disebut Boedi Oetomo. Pada tahun ini, semangat kebangkitan pemuda untuk membebaskan nusantara dari jajahan belanda mulai muncul. Organisasi ini sekaligus menjadi batu loncatan dalam menghidupkan api semangat yang lebih besar untuk memerdekakan tanah air Indonesia.
Tahun 1928, para tokoh dan beberapa pemuda berkumpul untuk mendeklarasikan sebuah sumpah bernama Sumpah Pemuda untuk mengentalkan darah juang dan jiwa sejati pemuda Indonesia.
Tahun 1928, para tokoh dan beberapa pemuda berkumpul untuk mendeklarasikan sebuah sumpah bernama Sumpah Pemuda untuk mengentalkan darah juang dan jiwa sejati pemuda Indonesia.
Tahun 1945, golongan muda bertikai dengan golongan tua untuk menculik Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Masa revolusi 1966 mungkin adalah puncak pergerakan pemuda dalam memperjuangkan nasib bangsa yaitu dengan terlibat beberapa konflik seperti pemberontakan kader PKI sebagai pemusnahan ideologi politik yang dianggap "nyeleweng". Siapa tahu..
Lanjut pada tahun 1998, ketika negara ini kritis dan mengalami kerusuhan karena dilanda krisis parah serta inflasi yang mencekik, suara rakyat dibungkam, maka mahasiswa dikala itu menjadi kesatuan yang solid dalam melengserkan rezim zalim.
Hingga saat ini, waktu terus berjalan...
Di era reformasi yang "mungkin" negara kita sudah bisa disebut "Merdeka" ini, banyak terjadi pergolakan dan revolusi mental dari kaum pemuda.
Sampai-sampai, munculah film "Ada Apa Dengan Pemuda" atau yang saya maksud pemuda di sini adalah "Maha"siswa.
Romantisme film tersebut menggambarkan betapa mirisnya pemuda zaman ini, seperti yang tergambarkan berikut.
Tembakau hisapanmu..
Tayangan percintaan dunia maya tontonanmu..
Pergosipan di medsos bahan diskusimu..
Gadget peganganmu..
IPK Tuhanmu!
Sampai ujian pun mencontek, moral tiada, nilai basi, gerakan pun mati.
Apakah hidup kita sebagai mahasiswa hanya dikhususkan untuk mencari nilai?
Patut kita telusuri dan renungkan lagi tugas mahasiswa apa saja, menuntut ilmu memang adalah keharusan, namun apakah "hanya" menuntut ilmu saja tanggung jawab kita?
Buang rokokmu, simpan uangmu untuk menabung atau investasi bermanfaat.
Bacalah, agar kau bisa melihat kekayaan ilmu lewat "jendela dunia".
Menulislah, agar kau bisa menyampaikan gagasan, pengalaman, serta emosi jiwamu kepada orang lain.
Jika perlu, berpidatolah dengan lantang di suatu momen agar kau bisa merangkul hati orang lain dengan emosi yang kau tuturkan melalui rangkaian kata yang terucap.
Sehingga kiranya, pada tahun berapa lagi "Pemuda" akan menunjukkan taringnya?
Sehingga kiranya, pada tahun berapa lagi "Pemuda" akan menunjukkan taringnya?
Bangkitlah Pemuda!
Senin, 24 April 2017
Obrolan Receh Ikan Laut
Hari-hariku di kampus diisi dengan canda tawa bersama sahabat-sahabatku seperti biasanya, diselingi saling memaki, saling menghina, gontok-gontokan hingga bunuh membunuh itu sudah hal biasa. Menurut filosofi sederhanaku, jika kita masih ada rasa sungkan antar individu berarti itu hanya hubungan teman biasa, jika sudah mulai berani lempar canda diselingi makian, mulai muncul benih benih persahabatan. Apabila sudah mulai gontok-gontokan, itu bisa dikatakan sebagai sahabat sejati. Namun, itu masih belum dikatakan sebagai persahabatan sesungguhnya. Logika sederhanaku mengatakan, tingkat pertemanan tertinggi adalah pembunuhan.
~Just Kidding~
Dimulai dari canda dengan sedikit mengejek (guyonan), saya menghina teman saya yang tidak punya pasangan dan sedang bersedih atau zaman kerennya sekarang disebut jones. "Lapo kon bersedih iku, ikan di laut sek akeh" tukasku. Dia menjawab, "Ya tau, tapi gak gitu Do maksudku". Lalu aku menjawab, "Lah, kan ikan di laut masih banyak. Ngapain kamu mengkhawatirkan kekurangan pasangan di luar sana? Oh aku tau, walaupun ikan di laut sana melimpah, tetapi hanya beberapa yang bernilai tinggi dan istimewa. Sedangkan rumah rumah ikan istimewa tersebut telah banyak yang dihancurkan sehingga mengganggu ekosistem dan tempat memijah ikan tersebut sehingga populasi menurun karena hal tersebut..." Temanku hanya menjawab, "Hmm..."
Ibaratnya adalah, teman saya kecewa karena orang istimewa yang dia sayangi "mungkin" telah dirusak oleh sesuatu yang lain. Walaupun masih banyak yang lain di luar sana, namun yang benar benar bernilai di matanya sementara ini mungkin masih terlihat satu sedangkan yang lain belum terlihat. Mirisnya lagi adalah, orang yang bagi teman saya dulu istimewa, sekarang sepertinya sudah dirusak oleh budaya baru berupa mesin inkubator yang bernama lingkungan. Bagi ikan, mungkin dia tidak sadar kerusakan lingkungan akan berdampak seperti apa padanya, namun semua baru sadar jika sesuatu hal sudah terjadi. Jadi intinya adalah, bunuhlah temanmu jika kamu merasa temanmu adalah konco kentel. Karena tingkat tertinggi pertemanan adalah pembunuhan...
Sabtu, 22 April 2017
Renungan Senja
Beberapa hari yang
lalu, aku mengalami kesedihan yang sangat mendalam. Seseorang yang sangat aku kagumi di kampusku,
tiba tiba saja membenciku karena sikapku. Bahkan, seorang sahabatku juga
membenciku karena beberapa hal yang menurutku itu sederhana. Sialnya,
dua hal itu terjadi di hari yang bersamaan. Aku merasakan kegalauan yang sangat
kuat selama beberapa hari. Hal itu sangat mengganggu perasaanku. Sampai sampai
mengalihkan fokusku terhadap dunia organisasi dan juga akademik. Aku menangis
tersedu sedu, beberapa menit lamanya. Semakin kupikirkan perasasaan itu, semakin
perih hatiku. Jujur, aku merasa terganggu dengan semua itu, dan akhirnya aku
mencoba untuk merenung. Tetapi, semakin aku merenung, semakin banyak air mata
yang menetes. Namun, pikiranku segera tersadarkan oleh suatu hal. Sebab
tangisanku berubah, tidak seperti sebab tangisan yang sebelum sebelumnya. Aku
semakin histeris saat aku berpikir, “hanya karena sahabat dan orang yang
kukagumi yang membenciku saja aku sudah merasa bersedih, bagaimana jika yang
membenciku adalah Allah dan Rasul-Nya? Bagaimana jika Allah yang membenciku? Bagaimana
jika Rasulullah tidak peduli padaku? Jika hal itu terjadi, bila diriku
dibandingkan dengan butiran debu pun apakah diri ini lebih berharga?”
Jumat, 21 April 2017
Bukan Empat Sekawan
Wajah tak tersenyum bukan berarti marah atau pendendam, wajah ceria bukan berarti dia tak menyimpan luka dalam hatinya. Indikator seseorang sebagai penyayang atau pembenci tidak bisa langsung ditentukan dari perbuatan yang dilakukannya kepadamu "saja". Manusia bukan lembar ujian yang layak dinilai secara objektif, bukan pula sesuatu yang mudah untuk ditebak, apalagi dipahami dengan "sekadar beberapa perbedaan sudut pandang". Kenalilah dia, berbicaralah dengannya, akrabkan diri, pahami secara mendalam. Bahkan, setelah kau mengenalnya begitu dekat, terkadang karakter atasnya yang selama ini kita terima tidak serta merta bisa kita sama korelasikan dengan pemahaman kita. Apalagi manusia yang mengenal manusia lain secara tidak langsung, bisakah memahami sesamanya tanpa kedekatan emosional dan pemahaman antar karakter yang belum menyatu? Terdapat arti atas semua hal yang dilakukannya, pahamilah arti tersebut. Manusia adalah sesuatu yang sangat kompleks bukan...
Denganmu...
Kusadar bahwa tiap apa yang diciptakan-Nya memiliki keindahan.
Denganmu...
Kutemukan keunikkan dibalik sesuatu yang hanya dibilang benda "kecil".
Denganmu...
Kubisa melihat apa yang tak bisa dilihat oleh orang lain dengan mata telanjang,
bahkan dengan mata batin sekalipun.
"Tiap hal diciptakan agar kita berpikir dan merenung"
Kamis, 20 April 2017
Welcome party Budidaya Perairan 2016
-Chemistry-
Tiada chemistry tiada harmoni
Bermusik butuh perasaan
Berpuisi juga perlu intuisi
Semua tanpa keterpaksaan
Sehingga semua yang terlantun dapat sampai ke tujuan
#Masalalu
Rabu, 19 April 2017
Rayuan Iblis
Lambaian angin berhembus nyaring
Mengganggu kuping merayu garing
Irama syahdu berbisik geli
Seolah mengajak menarik sambil menatap pelangi
Menyingkap gejolak penuh warna warni
Dia menggenggam tangannya penuh ironi
Dengan berbisik dalam sajak bernyanyi
Jiwanya bersyair seolah mendamba Ilahi
Bersimfoni dalam lantunan bait melodi
Aroma kental nan memesrakan
Membangkitkan intuisi
Sayang, hanya ilusi
Rasa bahagianya mungkin telah berevolusi
Bagai bayangan dalam warna hitam
Mengecap semu menerka samar
Dia kembali, datang, lalu pergi
Seperti iblis mengalir dalam panas matahari
Tenggelam pada jiwa yang kelam
Mengganggu kuping merayu garing
Irama syahdu berbisik geli
Seolah mengajak menarik sambil menatap pelangi
Menyingkap gejolak penuh warna warni
Dia menggenggam tangannya penuh ironi
Dengan berbisik dalam sajak bernyanyi
Jiwanya bersyair seolah mendamba Ilahi
Bersimfoni dalam lantunan bait melodi
Aroma kental nan memesrakan
Membangkitkan intuisi
Sayang, hanya ilusi
Rasa bahagianya mungkin telah berevolusi
Bagai bayangan dalam warna hitam
Mengecap semu menerka samar
Dia kembali, datang, lalu pergi
Seperti iblis mengalir dalam panas matahari
Tenggelam pada jiwa yang kelam
Selasa, 18 April 2017
Diamlah!
Nyentrik nyelekit terasa mencekik
Sepasang bibir itu di kala bergerak
Goyang lidahnya saat menari-nari
Aduhai~
Seringkali mulut manisnya mengucap kata
Dengan alasan hak berbicara
Menyayat hati tiap pendengarnya
Berkelakar ke sana ke sini
Mengoyak dari kanan ke kiri
Daripada bergumam membakar telinga
Maka DIAMLAH!
Atau kuwarnai sanubarimu dengan nuansa khas sadistik.
Sepasang bibir itu di kala bergerak
Goyang lidahnya saat menari-nari
Aduhai~
Seringkali mulut manisnya mengucap kata
Dengan alasan hak berbicara
Menyayat hati tiap pendengarnya
Berkelakar ke sana ke sini
Mengoyak dari kanan ke kiri
Daripada bergumam membakar telinga
Maka DIAMLAH!
Atau kuwarnai sanubarimu dengan nuansa khas sadistik.
Senin, 17 April 2017
Revolusi yang dikhianati
Oh tuan kami~
Kau terlalu banyak beretorika basi
Menebar emosi dengan berpuisi
Sekadar pamer dalam ajang berintuisi
Sindir sana sindir sini
Sampai lupa tuk mendengarkan rakyatmu ini
Kami meminta air tuk hapuskan dahaga kami
Namun kau beri bara api yang "katanya" tuk menerangi hati
Oh tuan kami~
Adakah maksud tersembunyi
Hingga membuatmu tak sadar diri
Lupa nurani
Lupa arah revolusi
Lupa tujuan sejati
Oh tuan kami~
Mengapa Engkau mengerutkan dahi
Padahal kami hanya menagih janji
Menanti aksi
Kau terlalu banyak beretorika basi
Menebar emosi dengan berpuisi
Sekadar pamer dalam ajang berintuisi
Sindir sana sindir sini
Sampai lupa tuk mendengarkan rakyatmu ini
Kami meminta air tuk hapuskan dahaga kami
Namun kau beri bara api yang "katanya" tuk menerangi hati
Oh tuan kami~
Adakah maksud tersembunyi
Hingga membuatmu tak sadar diri
Lupa nurani
Lupa arah revolusi
Lupa tujuan sejati
Oh tuan kami~
Mengapa Engkau mengerutkan dahi
Padahal kami hanya menagih janji
Menanti aksi
Minggu, 16 April 2017
Kepada yang bisa mendengar sampai yang tuli
Jumat bersama senja, dua puluh empat Februari lalu.
Sendirian, meratap sambil menikmati aroma kopi.
Sanubari beriak bergejolak bagai api.
Dalam hati bergumam "Apa harus kuteriaki layaknya anarki?"
Kepada yang bisa mendengar sampai yang tuli.
Belajar enggan, berpolitik buta sekali.
Nilai bau basi, gerakan pun mati.
Berkata seolah membumi.
Sikap tak tertanda seperti ahli.
Terpaku hanya berdiam diri.
Bersandang bagai "Maha" sedang tujuan pun tiada.
Kutanya apa mau si hati.
Namun hanya "entah" yang membersamai diri.
Hanya jawaban tiada berarti.
Menemani senja bersama hangat kopi yang menutup cerita hari itu..
Sendirian, meratap sambil menikmati aroma kopi.
Sanubari beriak bergejolak bagai api.
Dalam hati bergumam "Apa harus kuteriaki layaknya anarki?"
Kepada yang bisa mendengar sampai yang tuli.
Belajar enggan, berpolitik buta sekali.
Nilai bau basi, gerakan pun mati.
Berkata seolah membumi.
Sikap tak tertanda seperti ahli.
Terpaku hanya berdiam diri.
Bersandang bagai "Maha" sedang tujuan pun tiada.
Kutanya apa mau si hati.
Namun hanya "entah" yang membersamai diri.
Hanya jawaban tiada berarti.
Menemani senja bersama hangat kopi yang menutup cerita hari itu..
Sabtu, 15 April 2017
Kukira dia sudah datang, ternyata belum~
Kuingat waktu itu, di hari yang cerah ceria...
Mentari terbit indah menyinari, menunjukkan eloknya.
Hangatnya sampai merasuk ke tubuh yang lama terbengkalai rasa semu.
Seolah menapuk sukma yang lama mati terpendam bumi.
Tak pelak raga ini dirundung peluh.
Lalu datang sesuatu yang menyejukkan kalbu.
Membangunkan jiwa lama.
Menggetarkan hati.
Membuat mata ini terpana seakan menjawab harapan yang telah lama sirna.
Sesaat... Tapi ternyata hanya sesaat.
Harapan yang ditunggu tak gentar ternyata hanya sekadar mampir sebentar.
Lantas dia pergi.
Pergi jauh...
Bagai angan tanpa tujuan.
Dan kusadar yang kulihat hanya sebatas ilusi.
Kukira dia sudah datang, ternyata belum~
Mentari terbit indah menyinari, menunjukkan eloknya.
Hangatnya sampai merasuk ke tubuh yang lama terbengkalai rasa semu.
Seolah menapuk sukma yang lama mati terpendam bumi.
Tak pelak raga ini dirundung peluh.
Lalu datang sesuatu yang menyejukkan kalbu.
Membangunkan jiwa lama.
Menggetarkan hati.
Membuat mata ini terpana seakan menjawab harapan yang telah lama sirna.
Sesaat... Tapi ternyata hanya sesaat.
Harapan yang ditunggu tak gentar ternyata hanya sekadar mampir sebentar.
Lantas dia pergi.
Pergi jauh...
Bagai angan tanpa tujuan.
Dan kusadar yang kulihat hanya sebatas ilusi.
Kukira dia sudah datang, ternyata belum~
Jumat, 14 April 2017
Menapak Jalan Terjal
Hari berjalan sebagaimana mestinya
Dimulai dari pelukan hangat mentari
Sampai di bawah terik yang mencekik
Setetes keringat muncul berpacu sendu
Beradu nasib dengan ragu
Berjuang dengan nuansa haru
Tak terasa raga kalbu tak padu
Hingga senja unjuk pesona
Kulihat masih ada yang tertinggal
Rupanya..
Seorang remaja yang sedang menapaki jalan terjal
Dimulai dari pelukan hangat mentari
Sampai di bawah terik yang mencekik
Setetes keringat muncul berpacu sendu
Beradu nasib dengan ragu
Berjuang dengan nuansa haru
Tak terasa raga kalbu tak padu
Hingga senja unjuk pesona
Kulihat masih ada yang tertinggal
Rupanya..
Seorang remaja yang sedang menapaki jalan terjal
Sabtu, 01 April 2017
Arti Sebuah Nama
Nama saya Aldo Lovely Arief Suyoso. Nama panggilan saya
Aldo, agar lebih singkat dapat dipanggil Al atau Do, silahkan pilih sesuka
hati. Ayah saya bernama Arief Suyoso dan ibu saya bernama Elly Fatmawatie. Saya
anak pertama dari dua bersaudara dan saya adalah anak laki-laki sekaligus anak
pertama. Saat ini saya tinggal di Surabaya, tepatnya di Jalan Babatan Pratama
XVI/SS-109, kecamatan Wiyung. Saya lahir di Surabaya pada tanggal 31 bulan Juli
tahun 1996. Sekarang, saya sedang menempuh pendidikan S1 Budidaya Perairan
di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
Kali ini, saya akan bercerita mengenai arti nama saya. Jika
melihat nama panjang saya, mungkin terkesan unik dan jarang. Namun dibalik sebuah nama yang aneh itu, terdapat
sebuah makna yang dalam. Yang pertama adalah bagian dari nama Aldo, “Al”
diambil dalam huruf arab yaitu alif yang terletak pada urutan pertama yang
maksudnya anak pertama, “Do” adalah nada musik pertama dalam tangga nada yang
mengartikan anak pertama yang mencintai seni musik (dulunya, sebelum saya berhenti bermusik). Keluarga saya serta sepupu
memang banyak yang hobi dalam bidang musik, saya pun juga sangat sangat
menyukai alat musik terutama gitar dan juga menyanyi, namun saya tidak begitu
mahir dalam hal bernyanyi. Alhamdulillah, saya sudah bisa berhenti dari musik.
Kalau membahas arti nama saya yang “Lovely” agak intim
rasanya, saya agak malu jika membicarakannya. Tapi tak apa, saya akan
menjelaskan arti dari nama tersebut. Lovely dalam bahasa inggris artinya bukan
mencintai ya, tapi indah. Itu bukan arti sebenarnya dari nama saya, Lovely
adalah gabungan dari Love dan Elly (ibu saya). Karena ibu saya ingin namanya
diikutkan dalam nama anaknya, walaupun anaknya laki-laki dan dengan sedikit
pemaksaan, jadi akhirnya begini jadinya. Ibu saya memberi nama
itu karena ingin anaknya menjadi anak yang sayang kepada orang tuanya, terutama
ibunya.
Kalau nama panjang yang "Arief Suyoso" tidak perlu
saya jelaskan, karena sudah jelas itu nama ayah saya. Jadi, itulah makna dari
nama saya. Kalau ditarik kesimpulan berarti anak pertama calon pemimpin
keluarga yang hobi dalam hal musik (dulunya) yang diharapkan mencintai dan berbakti
kepada kedua orang tuanya.
Jujur saja, sejak SD sampai SMA tidak sedikit yang
mengolok-olok saya karena dalam nama saya ada kata Lovely. Bahkan, sampai
kuliah ini pun masih ada, namun lama-lama saya terbiasa dan mulai tak peduli.
Saya mulai bersyukur dan belajar menghargai nama pemberian orang tua, apalah
arti dari sebuah nama jika kita tidak bisa mensyukuri dan menerimanya. Apapun
nama kalian, InsyaAllah orang tua memberi yang terbaik dengan maksud dan doa
yang baik pula.
Langganan:
Postingan (Atom)