Jumat, 28 April 2017

Aroma Khas Pengkhianat

Pada suatu pagi yang lembab disertai embun berkabut, datang sebuah kapal muatan yang mengangkut banyak hewan. Saat moncong kapal menyentuh dermaga, segera pintu kapal dibuka. Para hewan keluar dengan tenang, berbaris rapi, ada yang dirantai dengan hati-hati. Proses penurunan hewan awalnya berjalan mulus, tetapi karena kurangnya koordinasi, akhirnya beberapa hewan yang tak dikawal pun melarikan diri. Beberapa berhasil ditangkap, namun ada yang berhasil kabur lalu sembunyi atau entah pergi kemana. Seekor kambing muda nan lincah berhasil sembunyi di semak belukar yang tinggi serta rimbun tak jauh dari dermaga. Sang kambing berkamuflase dibalik gegap gempita aktivitas para manusia di kala itu.

Tak terasa sudah dua hari sang kambing bersembunyi di bawah semak belukar itu, rasa lapar mulai menerpanya. Dalam hati, sang kambing berpikir “Ah, lebih baik kumakan saja rerumputan ini agar aku tak mati kelaparan.” Tiba-tiba sang rumput berkata, “Lebih baik jangan kau makan aku, jika aku tidak rimbun lagi maka persembunyianmu akan terbongkar.” Mendengar hal itu maka sang kambing berpikir, “Benar juga, kalau aku memakan rumput ini terlalu banyak maka aku bisa terlihat. Namun jika kumakan sedikit apa salahnya, toh nanti rumput itu akan tumbuh lagi.” Dengan nggeragas si kambing itu memakan rerumputan, lupa dirilah si kambing itu sampai memakan terlalu banyak karena rakusnya. Si rumput menjawab, “Sudah Mbing, aku khawatir diriku ini lama-lama akan habis dan kau akan ditangkap karena tidak ada yang menutupimu lagi.”Si kambing pun terharu, akhirnya sang kambing memutuskan untuk puasa beberapa hari tanpa makan.

Hari demi hari silih berganti, si kambing mulai kering kerontang karena tak mendapat asupan makanan yang cukup. Kembali si kambing ini berpikir, “Kalau aku menunggu tumbuhnya rumput, lama-lama aku bisa mati kelaparan. Lebih baik kumakan lagi, toh rumputnya masih lebat dan nanti juga akan tumbuh lagi.” Akhirnya sang kambing pun memakannya kembali. Si rumput yang menyadari bahwa si kambing memakannya kembali, mulai menitihkan air mata. “Hai Mbing, hari demi hari kelebatan diriku semakin berkurang, sedangkan Engkau tidak henti-hentinya memakanku. Aku takut nanti dirimu bisa terlihat oleh sekawanan manusia itu.” Si kambing yang tenggelam dalam nafsu tak menghiraukan perkataan si rumput, malah melanjutkan melahap santapannya. Dua minggu pasca kambing melarikan diri, semakin tipislah si rumput. Semak belukar yang tadinya banyak rerumputan menjulang tinggi, kini sudah tak seperti dulu kala. Tiap orang yang melewati semak belukar itu, mulai curiga jika ada sesuatu dibalik semak itu. Sang kambing yang baru menyadari hal tersebut, mulai resah karena pertumbuhan rumput itu lebih sedikit daripada jumlah porsi yang dimakannya. Waktu terus berjalan, tersiksa oleh kesepian dan ketiadaan pangan membuat kambing stres berat serta dilanda dilema yang sangat pekat. Akhirnya, dengan akal pendek dan keputusan yang sembrono si kambing memutuskan tuk memakan lagi rumput yang tersisa untuk memenuhi hasrat perutnya. Si rumput lalu menangis tersedu-sedu dan mengatakan ucapan perpisahan, “Mbing, maafkan aku. Sepertinya setelah ini aku akan habis karena Engkau tak henti-hentinya memakanku, mohon maaf juga jika pertumbuhanku lambat dan tidak kuasa melindungimu lagi setelah ini karena kecepatan pertumbuhanku tidak sebanding dengan diriku yang kau makan. Aku akan selalu mendoakan apapun demi kebaikanmu nantinya, walaupun kau mengkhianati pertolonganku..”

Esoknya, datang beberapa manusia mengerubungi si kambing yang masih tertidur pulas karena kenyang setelah menyantap rerumputan. “Wah, sepertinya ini salah satu kawanan yang lepas dari rombongan kapal beberapa minggu lalu itu.” kata seseorang di situ. “Wah benar sekali, lebih baik kita bawa pulang saja kambing ini daripada  terlantar seperti ini.” Akhirnya salah satu di antara orang-orang itu pun membawa si kambing muda dan merawatnya di halaman rumahnya. Si kambing yang gelagapan awalnya, merasa bersyukur karena tidak disiksa oleh sekawanan manusia yang menemukannya. Beberapa bulan kemudian, si kambing muda tadi menjadi gemuk karena nutrisinya selalu dipenuhi oleh sang majikan. Setelah tenggelam dalam kebahagiaan, tiba-tiba kabar sial terdengar sampai ke telinga kambing bahwa sang majikan akan memakannya. Apalah daya si kambing yang dirantai oleh sang majikan sehingga tidak bisa kabur. Namun karena suatu hari sang majikan terbelit hutang, maka sang majikan pun memutuskan untuk menjual kambing pada seorang saudagar kaya di daerah tersebut. Setelah si kambing sampai di tangan saudagar tersebut, si saudagar itu langsung memanggil orang untuk menyembelihnya. Ternyata daging kambing tersebut akan dijadikan santapan bersama pada acara pesta perkampungan tersebut. Kambing yang awalnya kering kerontang dan dipelihara sampai gemuk, kini telah menjadi steak daging berbalut saus keju mayonaise. Kini kambing matang tersebut memiliki bau yang berbeda, khas aroma sang pengkhianat.

Berdasarkan cerita di atas, timbul sebuah pertanyaan besar yang sebenarnya menjadi dilema. Yaitu, jika kita menjadi kambing, maka hal apa yang akan kita lakukan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar