Jumat, 15 Juni 2018

Kalau tidak tahu, jangan..


            Perkembangan teknologi pada zaman ini semakin memudahkan manusia untuk berkomunikasi dari jarak jauh. Komunikasi, yang merupakan proses perpindahan dan tukar informasi, dapat berjalan sangat cepat dan mudah tersebar luas berkat kemajuan teknologi. Namun tak jarang terjadi kasus penyebaran informasi yang tidak jelas kebenarannya, bahkan bersifat fitnah dan menjatuhkan, yang juga tak disertai dengan sumber yang valid. Kalau kita, biasa menyebut ini dengan berita hoax. Sebaiknya kita hati-hati, karena semua informasi yang kita sebarkan nantinya pasti akan dihisab pada hari akhir, dan akan dijatuhi hukuman jika kita tidak dapat mempertanggungjawabkan.
            Membahas tentang berita hoax akan terlalu luas arahnya, di sini ada pembahasan yang lebih menarik. Bagaimana kalau kita coba muhasabah diri terlebih dahulu. Kita itu termasuk saya maupun Anda, karena hal yang satu ini mungkin saja pernah kita lakukan. Maka, tiap diri kita wajib koreksi diri.
          Setiap hari ada banyak hal yang dapat terjadi di sekitar kita, baik itu fenomena unik yang terkadang bermunculan, maupun istilah-istilah lama maupun baru, yang masih asing dan belum kita tahu, tentu juga tidak dapat kita jelaskan. Sesuatu yang tidak kita tahu, tentunya harus dicari tahu apabila memang dibutuhkan informasinya, sedangkan sesuatu yang sudah kita tahu dan informasi itu dibutuhkan oleh orang lain, tentunya harus kita sampaikan demi kemaslahatan umat manusia. Hal mendasar yang sangat jelas dan umum, tetapi sering tidak diterapkan.
            Jika berbicara sedikit tentang konteks agama, banyak orang yang membenci bahasan jika itu mengenai sesuatu yang bersifat menyesatkan, apalagi jika orang itu termasuk pihak yang terjerembab dalam kebiasaan atau budaya lama yang sesat, tentu nantinya akan kaget dan tersinggung saat pertama kali menerima kebenaran. Namun ini bukan tentang bahasan menyesatkan yang orang anti terhadapnya, tetapi justru tentang orang-orang yang menyesatkan orang lain dengan tindakannya tetapi tidak sadar akan apa yang dilakukan beserta dampaknya. Banyak orang yang justru menyesatkan dirinya sendiri dan orang lain dengan perkataannya, bisa karena “ketidaktahuan” ditambah “tidak ada keinginan untuk belajar”. Hal ini sama saja dengan merelakan dan memelihara kebodohan.
            Contohnya, pernah ada seseorang, bahkan banyak orang pernah berkata, “Anda ini aliran Muhammadiyah apa NU”, “Agama Anda ini Islam atau Muhammadiyah atau NU”, “Jangan ikutan aswaja aswaja, apa itu gak jelas, hati-hati sesat kayak gituan”, “Jangan ikutan salafi salafi gak jelas, islam garis keras itu”, “Kamu pengikut 4 imam madzhab apa ikut Nabi”, “Celanamu kenapa sih kok cingkrang kayak orang kebanjiran. Jadi kayak teroris gitu malah”, dan banyak lagi pernyataan lain yang terlalu banyak jika dituliskan.
            Perlu diketahui bahwa Muhammadiyah dan NU adalah organisasi Islam yang merupakan sarana untuk belajar dan berdakwah, bukan aliran. Aswaja adalah singkatan dari ahlussunnah waljama’ah, yang berarti orang yang mengikuti atau menerapkan sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf atau orang terdahulu. Penyandaran ini adalah penyandaran yang terpuji karena cara beragama/bermanhaj yang benar. Masalah pengikut, tentunya kita mengikuti Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi apa kita pernah bertemu langsung dengan Nabi? Maka dari itu, kita mempelajari dari sumber yang lurus serta mempelajari ilmu dari guru agama yang kompeten. Celana di atas kaki karena mengikuti sunnah, apa salahnya? Toh orang yang celananya tingginya di atas lutut saja tak dipermasalahkan, tetapi orang yang tinggi celananya sedikit di atas mata kaki saja kok justru dipermasalahkan. Jangan-jangan otak kita kotor?
            Ada lagi orang yang asal mengatakan, “Jangan ikut-ikutan atau gabung organisasi islam di sekolah atau kampusmu, hati-hati nanti itu moro-moro aliran sesat lho”. Bagaimana orang ini bisa langsung merangkai kalimat seperti itu? Memang pernah ada kasus penyelewengan yang dilakukan oleh oknum tak bertanggungjawab di kawasan pendidikan, kasus cuci otak atau lain sebagainya. Namun gara-gara suatu kasus bukan berarti kita mengatakan semua perkumpulan atau organisasi seperti itu adalah menyesatkan. Hanya karena ada bom bunuh diri yang pelakunya beragama islam, bukan berarti seluruh muslim adalah teroris bukan? Menekankan selektivitas boleh, tapi jangan sampai pemilihan kalimat yang akan disampaikan membuat orang takut belajar agama. Akhirnya orang yang awalnya bergairah untuk belajar, memutuskan jadi islam biasa-biasa saja, yang penting sholat walau maksiat jalan. “Seng penting pokok e islam, sholat tok ae wes gak usah neko-neko atek melu ceramah-ceramah ambek sinau-sinauan nang kumpulan-kumpulan utowo organisasi. Gak bener kumpulan-kumpulan koyok ngono iku”. Hancur generasi kita apabila orang-orang berpikiran seperti ini, apalagi jika itu pengaruh doktrin orang tua terhadap anak. Anak menjadi fobia belajar agama dan menganggap hal-hal yang sebenarnya patut untuk dipelajari dan diketahui, malah menjadi hal-hal yang menurutnya menyesatkan.
Bagian mana dikatakan menyesatkan? Doktrin atau perkataan yang mempengaruhi orang lain adalah senjata paling berbahaya bagi pemikiran. Pemikiran adalah akar yang membentuk tindakan dan diri seseorang. Orang yang berbicara tanpa dasar di hadapan orang yang berilmu, tak berbahaya karena orang yang berilmu pastinya tidak akan terpengaruh. Berbeda jika orang yang berbicara sembarangan dengan penekanan dan gimik yang kuat, berbicara di hadapan orang yang polos, belum mengerti, atau masih ragu akan prinsip kebenaran. Orang yang lemah, besar kemungkinan untuk terpengaruh. Hal yang lebih berbahaya adalah apabila ocehan-ocehan itu disodor-sodorkan pada anak-anak yang belum bisa bernalar dengan bijak. Mereka hanya akan menelan mentah-mentah, jika tidak ada yang meluruskan dapat menimbulkan pemahaman yang keliru sampai bertahun-tahun.
Jadi, kalau belum tahu jangan malas tuk mencari tahu. Jangan sampai perkataan buruk yang kita lontarkan disertai ketidaktahuan, membuat orang lain takut untuk belajar agama. Jangan sampai karena perkataan kita, membuat orang berpandangan buruk tentang sesuatu yang harusnya mereka pelajari dan ketahui. Berilmu dulu, baru beramal. Hadirkan ilmu dulu, baru menyampaikan.
Pesan ini penting untuk kita semua, jadi dimohon dengan sangat..
“Kalau tidak tahu, JANGAN SEMBARANGAN BICARA!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar