Senin, 18 Juni 2018

Buang Maafmu


             Bulan syawal masih belum berlalu, bahkan hari ini belum genap seminggu dari raya Idul Fitri 1 Syawal 1439 H. Nuansa lebaran dan saling bermaafan yang kental di negeri ini pun masih sangat terasa, tetapi Idul Fitri yang berarti kembali suci itu seperti sudah tertimbun kesuciannya. Padahal beberapa hari lalu, budaya baik yang dibuat pada saat hari raya itu kita hatur-haturkan ke banyak orang, berharap dosa kesalahan dan khilaf kita di antara sesama bisa terhapuskan. Sekarang, ada apa dengan kita yang kemarin katanya baru kembali suci?
            Banyak orang tak paham dengan hakikat bermaafan, seringkali orang meminta maaf hanya untuk mengikuti budaya dan karena “mumpung momennya”. Budaya maaf yang dibuat pada hari raya Idul Fitri tentu termasuk hal baik dan tidak termasuk hal yang salah, yang salah dan bermasalah adalah manusia, bukan budaya dan momen bermaaf-maafannya. Jika dicermati lebih jauh, maaf dapat menghapuskan dosa yang telah kita lakukan, dosa yang menyebabkan kita bisa terjerumus ke dalam api neraka. Sangat dalam sekali bukan, manfaat maaf ini?
             Tetapi kebanyakan orang, di saat hari raya Idul Fitri ini tiba, jutaan kalimat permintaan maaf mereka lontarkan dan sodor-sodorkan hanya untuk meramaikan momen dan justru lupa niat dan hakikat minta maaf sesungguhnya. Parahnya, ada yang menyelingi minta maaf dengan lelucon. Minta maaf kini hanya dianggap kebiasaan dan lelucon. Ada yang menghina dan menyakiti sesamanya dengan sengaja, lalu meminta maaf. Mereka mengulangi hal tersebut selama Idul Fitri dan beranggapan bahwa hari raya Idul Fitri adalah kesempatan yang aman dari dosa karena mereka menganggap itu momen sebagai hari minta maaf. Selepas Idul Fitri, bahkan banyak yang merasa bebas berbuat dosa lagi dan lupa hakikat kembali suci. Mereka seakan lupa hakikat maaf yang baru saja mereka ucapkan.
            Islam mengajarkan kita bahwa hidup harus mempunyai hubungan yang baik kepada Allah dan manusia. Kita sangat dihimbau untuk segera bertaubat dan meminta maaf jika mempunyai salah, tidak menunggu suatu budaya yang dibuat sebagai momen untuk bermaaf-maafan. Hal ini disebabkan karena kita tidak tahu sampai kapan kita hidup, maka jika bersalah seharusnya kita tidak tenang dan berdiam diri. Istri yang mempunyai salah dengan suaminya sehingga suaminya murka, sedangkan dia tidak menyapa atau meminta maaf pada suami dan langsung tidur saja, bisa dimurkai Allah dalam tidurnya. Itu mencerminkan bahwa kita sebagai manusia, harus sesegera mungkin memperbaiki kesalahan. Jika umur diketahui batasnya, mungkin bisa dengan seenaknya kita melakukan dosa dan meminta maaf secara berulang-ulang. Tetapi sudah jelas bahwa kita tak tahu batas umur kita, kenapa masih memain-mainkan dosa dan kata maaf?
            Jadi kalau memang berniat ingin meminta maaf karena kesalahan yang diperbuat, harus disegerakan. Meminta maaf saat hari raya Idul Fitri itu bagus, memastikan lagi bahwa kita sudah saling ikhlas dalam memaafkan. Jika sebelumnya kita selalu menyegerakan meminta maaf apabila ada kesalahan, maka akan lebih bagus lagi apabila meminta maaf kembali saat Idul Fitri, jika dilakukan dengan niat yang benar dan tulus. Namun apabila permintaan maaf itu hanya sekadar untuk mengikuti budaya tanpa disertai niat yang benar dan hanya digunakan untuk main-main saja, maka untuk apa itu semua kau lakukan? Buang saja maafmu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar