Perkembangan
teknologi pada zaman ini semakin memudahkan manusia untuk berkomunikasi dari
jarak jauh. Komunikasi, yang merupakan proses perpindahan dan tukar informasi,
dapat berjalan sangat cepat dan mudah tersebar luas berkat kemajuan teknologi.
Namun tak jarang terjadi kasus penyebaran informasi yang tidak jelas kebenarannya,
bahkan bersifat fitnah dan menjatuhkan, yang juga tak disertai dengan sumber
yang valid. Kalau kita, biasa menyebut ini dengan berita hoax. Sebaiknya kita hati-hati, karena semua informasi yang kita
sebarkan nantinya pasti akan dihisab pada hari akhir, dan akan dijatuhi hukuman jika
kita tidak dapat mempertanggungjawabkan.
Membahas
tentang berita hoax akan terlalu luas arahnya, di sini ada
pembahasan yang lebih menarik. Bagaimana kalau kita coba muhasabah diri
terlebih dahulu. Kita itu termasuk saya maupun Anda, karena hal yang satu ini
mungkin saja pernah kita lakukan. Maka, tiap diri kita wajib koreksi diri.
Setiap
hari ada banyak hal yang dapat terjadi di sekitar kita, baik itu fenomena unik
yang terkadang bermunculan, maupun istilah-istilah lama maupun baru, yang masih
asing dan belum kita tahu, tentu juga tidak dapat kita jelaskan. Sesuatu yang
tidak kita tahu, tentunya harus dicari tahu apabila memang dibutuhkan informasinya,
sedangkan sesuatu yang sudah kita tahu dan informasi itu dibutuhkan oleh orang
lain, tentunya harus kita sampaikan demi kemaslahatan umat manusia. Hal
mendasar yang sangat jelas dan umum, tetapi sering tidak diterapkan.
Jika
berbicara sedikit tentang konteks agama, banyak orang yang membenci bahasan
jika itu mengenai sesuatu yang bersifat menyesatkan, apalagi jika orang itu termasuk
pihak yang terjerembab dalam kebiasaan atau budaya lama yang sesat, tentu
nantinya akan kaget dan tersinggung saat pertama kali menerima kebenaran. Namun
ini bukan tentang bahasan menyesatkan yang orang anti terhadapnya, tetapi
justru tentang orang-orang yang menyesatkan orang lain dengan tindakannya tetapi tidak
sadar akan apa yang dilakukan beserta dampaknya. Banyak orang yang justru
menyesatkan dirinya sendiri dan orang lain dengan perkataannya, bisa karena “ketidaktahuan”
ditambah “tidak ada keinginan untuk belajar”. Hal ini sama saja dengan
merelakan dan memelihara kebodohan.
Contohnya,
pernah ada seseorang, bahkan banyak orang pernah berkata, “Anda ini aliran
Muhammadiyah apa NU”, “Agama Anda ini Islam atau Muhammadiyah atau NU”, “Jangan
ikutan aswaja aswaja, apa itu gak jelas, hati-hati sesat kayak gituan”, “Jangan
ikutan salafi salafi gak jelas, islam garis keras itu”, “Kamu pengikut 4 imam
madzhab apa ikut Nabi”, “Celanamu kenapa sih kok cingkrang kayak orang kebanjiran.
Jadi kayak teroris gitu malah”, dan banyak lagi pernyataan lain yang terlalu banyak
jika dituliskan.
Perlu
diketahui bahwa Muhammadiyah dan NU adalah organisasi Islam yang merupakan
sarana untuk belajar dan berdakwah, bukan aliran. Aswaja adalah singkatan dari
ahlussunnah waljama’ah, yang berarti orang yang mengikuti atau menerapkan
sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Salafi adalah bentuk
penyandaran kepada salaf atau orang terdahulu. Penyandaran ini adalah
penyandaran yang terpuji karena cara beragama/bermanhaj yang benar. Masalah
pengikut, tentunya kita mengikuti Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam,
tetapi apa kita pernah bertemu langsung dengan Nabi? Maka dari itu, kita
mempelajari dari sumber yang lurus serta mempelajari ilmu dari guru agama yang
kompeten. Celana di atas kaki karena mengikuti sunnah, apa salahnya? Toh orang
yang celananya tingginya di atas lutut saja tak dipermasalahkan, tetapi orang
yang tinggi celananya sedikit di atas mata kaki saja kok justru dipermasalahkan.
Jangan-jangan otak kita kotor?
Ada
lagi orang yang asal mengatakan, “Jangan ikut-ikutan atau gabung organisasi islam
di sekolah atau kampusmu, hati-hati nanti itu moro-moro aliran sesat lho”.
Bagaimana orang ini bisa langsung merangkai kalimat seperti itu? Memang
pernah ada kasus penyelewengan yang dilakukan oleh oknum tak bertanggungjawab
di kawasan pendidikan, kasus cuci otak atau lain sebagainya. Namun gara-gara suatu
kasus bukan berarti kita mengatakan semua perkumpulan atau organisasi seperti
itu adalah menyesatkan. Hanya karena ada bom bunuh diri yang pelakunya beragama
islam, bukan berarti seluruh muslim adalah teroris bukan? Menekankan
selektivitas boleh, tapi jangan sampai pemilihan kalimat yang akan disampaikan membuat
orang takut belajar agama. Akhirnya orang yang awalnya bergairah untuk belajar,
memutuskan jadi islam biasa-biasa saja, yang penting sholat walau maksiat
jalan. “Seng penting pokok e islam, sholat tok ae wes gak usah neko-neko atek
melu ceramah-ceramah ambek sinau-sinauan nang kumpulan-kumpulan utowo organisasi. Gak bener kumpulan-kumpulan
koyok ngono iku”. Hancur generasi kita apabila orang-orang berpikiran seperti
ini, apalagi jika itu pengaruh doktrin orang tua terhadap anak. Anak menjadi
fobia belajar agama dan menganggap hal-hal yang sebenarnya patut untuk dipelajari
dan diketahui, malah menjadi hal-hal yang menurutnya menyesatkan.
Bagian mana dikatakan
menyesatkan? Doktrin atau perkataan yang mempengaruhi orang lain adalah senjata
paling berbahaya bagi pemikiran. Pemikiran adalah akar yang membentuk tindakan
dan diri seseorang. Orang yang berbicara tanpa dasar di hadapan orang yang
berilmu, tak berbahaya karena orang yang berilmu pastinya tidak akan
terpengaruh. Berbeda jika orang yang berbicara sembarangan dengan penekanan dan
gimik yang kuat, berbicara di hadapan orang yang polos, belum mengerti, atau
masih ragu akan prinsip kebenaran. Orang yang lemah, besar kemungkinan untuk
terpengaruh. Hal yang lebih berbahaya adalah apabila ocehan-ocehan itu
disodor-sodorkan pada anak-anak yang belum bisa bernalar dengan bijak. Mereka hanya
akan menelan mentah-mentah, jika tidak ada yang meluruskan dapat menimbulkan
pemahaman yang keliru sampai bertahun-tahun.
Jadi, kalau belum tahu jangan
malas tuk mencari tahu. Jangan sampai perkataan buruk yang kita lontarkan disertai
ketidaktahuan, membuat orang lain takut untuk belajar agama. Jangan sampai
karena perkataan kita, membuat orang berpandangan buruk tentang sesuatu yang
harusnya mereka pelajari dan ketahui. Berilmu dulu, baru beramal. Hadirkan ilmu
dulu, baru menyampaikan.
Pesan ini penting untuk kita semua, jadi
dimohon dengan sangat..
“Kalau tidak tahu,
JANGAN SEMBARANGAN BICARA!”