Sabtu, 19 Mei 2018

Orang Bodoh Menyusahkan Orang Pintar

            Ada yang menarik dari ceramah tarawih yang saya dengar, kali ini menceritakan tentang orang bodoh menyusahkan orang pintar. Orang pintar di sini maksudnya adalah orang yang senantiasa mau belajar dan berbenah, sehingga mendapatkan ilmu, lalu mencoba menerapkannya secara istiqomah. Tentunya juga yang dimaksud orang bodoh di sini adalah orang yang tidak berilmu, tidak ingin mencari ilmu, dan niatnya menjatuhkan orang berilmu. Orang tipe kedua bukan orang yang tak bisa menggunakan akal, justru inilah tipe orang yang biasanya mengandalkan akal, tapi memiliki kekurangan di bidang ilmu. Berbicara dengan akal tanpa ilmu bisa membinasakan pemikiran, tidak untuk dirinya sendiri tetapi bagi orang banyak.
            Ada salah satu kisah fiksi, yaitu suatu negeri yang bercita-cita ingin berangkat ke bulan. Mereka sudah mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk perjalanan ke bulan. Persiapan teknis maupun nonteknis sudah dirancang secara matang. Beberapa hari ketika menjelang keberangkatan, pemimpin negeri tersebut berpidato sebagai bagian dari acara pelepasan. Ketika pemimpin ini berpidato, salah satu orang mengangkat tangan. Orang itu mengatakan, “Pak saya bosan dengan bulan, tak bisakah kita pergi ke matahari?” Orang-orang tentu serempak langsung tertawa terbahak, setelah selesai tertawa, perhatian mereka langsung menuju ke arah pemimpin tersebut. Wajah mereka penasaran mengharap jawaban. Si pemimpin hanya celingak celinguk, sejurus kemudian dia bertanya balik, “matahari kan panas, ya tidak mungkin toh kita ke sana.” Orang tadi pun menjawab, “ya bisa saja Pak, kita berangkat saja setelah maghrib dan pulang sebelum shubuh!” tukas orang tersebut berapi-api. Warga lain pun tertawa kembali, kali ini lebih keras dan lama. Si pemimpin tersebut semakin bingung meladeni pertanyaan yang tidak penting itu, tetapi perkataan orang tadi ternyata malah mampu mempengaruhi orang lain agar malas ikut ke bulan. Mereka terlanjur berpikir, bulan adalah tempat yang membosankan dan biasa saja.
            Tidak ada orang berilmu tak berakal, tetapi sungguh banyak orang berakal tapi tak berilmu. Sekali orang berakal tapi tak berilmu ini bicara, dapat melontarkan banyak keraguan dan syubhat yang mengacaukan pemikiran orang yang berilmu, apalagi jika ilmunya belum matang. Suatu hal yang gawat.
Kesalahan pemikiran yang banyak terjadi pada masyarakat umum biasanya dilontarkan oleh filsuf, budayawan, atau penceramah yang tidak paham namun asal bicara. Pernah seorang publik figur melempar kalimat, “untuk apa membela agama Allah, agama Allah itu tidak perlu dibela. Untuk apa membela Allah, Allah bisa membela dirinya sendiri.” Pertanyaannya, sulitkah Allah yang Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Perkasa menolong agamanya? Kalau Allah ingin, cukup Kun Fayakun maka terbaliklah tanah tempat orang zalim. Kenapa malah manusia yang lemah disuruh membela agama Allah? Pernah dengar janji Allah berisi, “barangsiapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya?” Jadi sebenarnya kita ini diuji, paham? Baik.
Ada lagi kalimat yang benar-benar eksklusif, yaitu “Kenapa orang beribadah berharap pahala, gak ikhlas ta beribadah cukup karena Allah saja. Beribadah itu jangan mikir pahala.” Doa berbuka puasa yang haditsnya shahih itu di kalimat akhirnya mengharap pahala, doa masuk masjid meminta rahmat Allah, dan doa lain yang berharap balasan hanya kepada Allah. Kalau sering berdoa mungkin tahu, lebih spesifik lagi yang sering berdoa dan mengetahui artinya pasti paham. Tanda orang beriman adalah menginginkan surga dan berusaha menggapainya. Lucu sekali apabila ada orang mati tidak berharap dan bahkan selama hidupnya tidak pernah meminta masuk surga. Maka mau kembali kemana dia? Orang bodoh dan sombong tetapi berakal pun tak akan mau masuk neraka, karena tempat akhirat hanya ada dua, jika tidak surga ya neraka. Surga pun dapat dimasuki karena rahmat Allah, maka orang yang tidak mau berharap dan berdoa antara dia tidak paham hakikat kehidupan atau memang sombong. Terkadang orang yang mengaku malas berdoa, jika ditanya maka jawabannya seperti ini, “aku malu berdoa karena dosaku, karena itu aku tidak berdoa. Doa di saat aku butuh Allah saja sama saja menghina Allah.” Tetapi kenyataannya orang itu sangat jarang berdoa, bahkan di waktu butuh apalagi tidak butuh. Penjelasan pertanyaan pertama, padahal rukun ibadah adalah cinta, takut, dan berharap. Beribadah dengan cinta kepada Allah karena segala nikmat dan karunianya yang diberikan kepada kita, takut akan adzab dan siksa neraka yang sangat pedih, dan berharap hanya kepada Allah. Orang normal pasti berharap surga dan takut akan neraka, karena itu merupakan ancaman Allah dan pasti ada karena merupakan janji Allah sebagai balasan amal manusia. Kedua, pernah dengar Allah pasti mengabulkan doa orang yang benar-benar meminta dan istiqomah? Doa yang dikabulkan pasti yang terbaik bagi kita. Ampunan Allah begitu luas. Allah tak pernah bosan member ampunan, tetapi kita yang lelah dan tidak mau meminta. Pernah dengar, orang yang tidak mau berdoa adalah orang yang sombong? Cukup.
Ada juga orang ingin menjadi baik, tapi tidak bisa mencontoh. “Aku mau hijab dong, kayak mbak mbak hijabers itu lho kelihatan anggun. Walaupun berhijab tapi pantatnya masih terlihat indah.” Lalu temannya yang sudah istiqomah berhijab syar’i mengatakan, “kamu jangan meniru dia, itu nggak syar’i.” Perempuan yang ingin berhijab tadi pun mengatakan, “kamu kok sukanya nyalah-nyalahkan sih? Dasar garis keras, biarin dong kalo aku pengen kayak gitu!” Sekarang begini, seorang hakim harus menghukum orang yang salah dengan seadil-adilnya. Hakim tidak boleh menyalahkan pelaku pemerkosa dan mengatakan “Oi kamu itu salah, dasar pemerkosa.” Tentu tidak begitu, tetapi hakim wajib menjatuhkan hukuman yang adil. Kita tidak boleh juga menyalahkan orang yang masih menyimpang dari ajaran agama, walaupun terkesan seperti ajaran agama namun belum sempurna. Tetapi, jika kita ingin berubah lebih baik dan mencontoh seseorang, baiknya mencontoh yang sudah benar. Menjudge buruk tidak boleh, tapi sebagai target untuk merubah diri lebih baik haruslah melihat orang yang benar dan jauh lebih baik di atas kita. Standard perubahan diri harus lebih tinggi. Sekian.
Semua karena memang begitu pada hakikatnya. Intinya, kita harus belajar. Belajar agama bukan hanya untuk ustadz atau kyai, bukan karena kalo ingin jadi ustadz atau kyai. Belajar agama itu wajib bagi setiap orang. Karena yang baik belum tentu benar, tapi yang benar pastilah baik di mata Allah. Marilah kita senantiasa menuntut ilmu dan tak berhenti sampai ajal menjemput, agar kita tahu cara yang benar untuk persiapan pulang ke rumah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar