Jumat, 18 Mei 2018

Haruskah

            Saya berada di negara yang sangat beragam akan suku, bahasa, dan budaya. Saya hanya ingin menyoroti budaya, karena budaya dapat berasal dari sebuah pemikiran, adat istiadat, atau kebiasaan yang pernah dilakukan oleh manusia yang lalu. Apa yang dilakukan manusia dan sudah menjadi contoh, merupakan hal yang harus diperhatikan karena kini, budaya sudah sangat melekat di masyarakat luas, karena melekatnya sampai-sampai banyak orang menggabungkan antara budaya dan agama Islam.
            Sebuah bangsa tanpa budaya menurut saya mungkin seperti durian yang tak terlalu manis dan tak beraroma kuat, tak nikmat. Kekayaan bangsa memang tidak semuanya harus kita hindari, karena ada beberapa yang memang mencerminkan persatuan dan menggambarkan sejarah perjuangan masa lalu kita. Namun, zaman ini sekulerisme sudah menjalar kemana-mana. Organisasi, pendidikan, bisnis, semua dikesampingkan dari urusan agama. Padahal, hukum agama yang paling adil dan pelajaran dari agama adalah yang paling solutif bagi kehidupan. Membebaskan setiap perbuatan dari aturan agama berarti mempertaruhkan diri kita untuk kehancurkan.
            Pernah saya melihat sebuah tari budaya yang entah berasal dari daerah mana, yang jelas tarian itu menampilkan lekak lekuk tubuh dengan memakai pakaian yang tidak menutup aurat. Tarian itu dipersembahkan untuk pembukaan suatu acara besar daerah. Penari itu hanya seorang diri dan rupanya muslimah. Wajahnya terlihat malu dan tidak nyaman setelah menari di depan penonton. Saya menyempatkan diri menyapanya di belakang panggung dan saya katakan “tarianmu bagus, belajar dari kapan?” Dia menjawab, “Sebenarnya saya baru belajar menari untuk pembukaan acara ini, karena teman saya berhalangan hadir jadi saya dipaksa untuk menggantikannya, karena postur tubuhku yang dia bilang menarik dan paling cocok untuk melakukan tarian ini.” Lalu dia izin untuk berganti pakaian dan cepat-cepat keluar meninggalkan acara. Ngomong-ngomong, pakaiannya setelah ganti bisa dibilang hijab syar’i.
            Setelah itu saya berpikir dan merenung, dari hati nurani terdalam wanita itu, ada kejujuran bahwa dia tak ingin menampilkan hal itu, dia hanya terpaksa dan sungkan menolak. Hanya saja, karena itu merupakan acara yang besar dan menunjukkan kebudayaan sebagai wajah daerah tersebut, terpaksa dia melakukan itu semua.
            Hal-hal yang seperti ini, haruskah kita pertahankan? Kalau tidak mau dihilangkan, kenapa tidak dimodifikasi saja supaya aman menurut syariat? Itu baru contoh kecil saja, bahkan banyak contoh budaya di Indonesia seperti sholat di kuburan, menganggap petilasan adalah tempat barokah, dan hal-hal menyimpang lain dari agama yang jika dituliskan disertai alasannya, maka akan menghabiskan ribuan bahkan jutaan kata.
            Orang-orang selalu saja mengatakan, kita harus mengikuti nenek moyang, menghormati nenek moyang, menjaga adat nenek moyang, namun pernahkah kita terpikir untuk menjaga syariat? Jika hal-hal seperti ini tidak dipecahkan oleh tembok buta hati kita, maka generasi penerus kita akan semakin melenceng. Pernahkah kita berpikir, apa yang akan terjadi jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pengikut budaya yang? Penganut budaya keras tanpa menyaring atau seorang sekulerisme tulen? Pasti kita sekarang menyembah patung, karena budaya arab dahulunya menyembah patung berhala untuk urusan bisnis, politik, bahkan ibadah mereka.
Syarat beribadah saja adalah ikhlas dan yang kedua ittiba’ Rasul. Ittiba’ artinya mengikuti. Sudah seharusnya kita mengikuti yang harus diikuti. Adapun jika ingin melestarikan budaya, pilih dulu mana yang benar dan mana yang salah. Kalau tidak benar sesuai syariat, ya sudah tidak usah diikuti. Panutan kita yang harus dicontoh itu Muhammad atau nenek moyang? Hm, kalau penasaran dengan budaya sekalipun, alangkah baiknya jika budaya Islam beserta syariatnya dulu yang kita pelajari. Jika budaya itu baik, maka sunnah Rasulullah adalah budaya terbaik. Jadikan agama sebagai tradisi, bukan menjadikan tradisi sebagai agama. Haruskah kita tetap memilih budaya yang menyimpang demi mengorbankan syariat? Lebih baik durian yang tak terlalu manis dan tak beraroma kuat atau durian yang pahit dan aromanya busuk?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar