Ada yang menarik dari ceramah
tarawih yang saya dengar, kali ini menceritakan tentang orang bodoh menyusahkan
orang pintar. Orang pintar di sini maksudnya adalah orang yang senantiasa mau belajar dan berbenah, sehingga mendapatkan ilmu, lalu mencoba menerapkannya secara istiqomah. Tentunya juga yang dimaksud orang bodoh di sini adalah orang yang
tidak berilmu, tidak ingin mencari ilmu, dan niatnya menjatuhkan orang berilmu.
Orang tipe kedua bukan orang yang tak bisa menggunakan akal, justru inilah
tipe orang yang biasanya mengandalkan akal, tapi memiliki kekurangan di bidang ilmu. Berbicara
dengan akal tanpa ilmu bisa membinasakan pemikiran, tidak untuk dirinya sendiri
tetapi bagi orang banyak.
Ada salah satu kisah fiksi, yaitu
suatu negeri yang bercita-cita ingin berangkat ke bulan. Mereka sudah
mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk perjalanan ke bulan. Persiapan
teknis maupun nonteknis sudah dirancang secara matang. Beberapa hari ketika menjelang
keberangkatan, pemimpin negeri tersebut berpidato sebagai bagian dari acara
pelepasan. Ketika pemimpin ini berpidato, salah satu orang mengangkat tangan.
Orang itu mengatakan, “Pak saya bosan dengan bulan, tak bisakah kita pergi ke
matahari?” Orang-orang tentu serempak langsung tertawa terbahak, setelah
selesai tertawa, perhatian mereka langsung menuju ke arah pemimpin tersebut.
Wajah mereka penasaran mengharap jawaban. Si pemimpin hanya celingak celinguk,
sejurus kemudian dia bertanya balik, “matahari kan panas, ya tidak mungkin toh
kita ke sana.” Orang tadi pun menjawab, “ya bisa saja Pak, kita berangkat saja
setelah maghrib dan pulang sebelum shubuh!” tukas orang tersebut berapi-api.
Warga lain pun tertawa kembali, kali ini lebih keras dan lama. Si pemimpin
tersebut semakin bingung meladeni pertanyaan yang tidak penting itu, tetapi
perkataan orang tadi ternyata malah mampu mempengaruhi orang lain agar malas
ikut ke bulan. Mereka terlanjur berpikir, bulan adalah tempat yang membosankan
dan biasa saja.
Tidak ada orang berilmu tak berakal,
tetapi sungguh banyak orang berakal tapi tak berilmu. Sekali orang berakal tapi
tak berilmu ini bicara, dapat melontarkan banyak keraguan dan syubhat yang
mengacaukan pemikiran orang yang berilmu, apalagi jika ilmunya belum matang. Suatu hal yang gawat.
Kesalahan pemikiran yang banyak terjadi
pada masyarakat umum biasanya dilontarkan oleh filsuf, budayawan, atau
penceramah yang tidak paham namun asal bicara. Pernah seorang publik figur
melempar kalimat, “untuk apa membela agama Allah, agama Allah itu tidak perlu
dibela. Untuk apa membela Allah, Allah bisa membela dirinya sendiri.”
Pertanyaannya, sulitkah Allah yang Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Perkasa
menolong agamanya? Kalau Allah ingin, cukup Kun Fayakun maka terbaliklah tanah
tempat orang zalim. Kenapa malah manusia yang lemah disuruh membela agama
Allah? Pernah dengar janji Allah berisi, “barangsiapa yang menolong agama Allah,
maka Allah akan menolongnya?” Jadi sebenarnya kita ini diuji, paham? Baik.
Ada lagi kalimat yang benar-benar
eksklusif, yaitu “Kenapa orang beribadah berharap pahala, gak ikhlas ta
beribadah cukup karena Allah saja. Beribadah itu jangan mikir pahala.” Doa berbuka puasa yang haditsnya shahih itu di kalimat akhirnya mengharap pahala, doa masuk masjid meminta rahmat Allah, dan doa lain yang berharap balasan hanya kepada Allah. Kalau sering berdoa mungkin tahu, lebih spesifik lagi yang sering berdoa dan mengetahui artinya pasti paham. Tanda orang beriman adalah menginginkan surga dan berusaha menggapainya. Lucu sekali apabila ada orang mati tidak berharap dan bahkan selama hidupnya tidak pernah meminta masuk surga. Maka mau kembali kemana dia? Orang bodoh dan sombong tetapi berakal pun tak akan mau masuk neraka, karena tempat akhirat hanya ada dua, jika tidak surga ya neraka. Surga pun dapat dimasuki karena rahmat Allah, maka orang yang tidak mau berharap dan berdoa antara dia tidak paham hakikat kehidupan atau memang sombong. Terkadang orang yang mengaku malas berdoa, jika ditanya maka jawabannya seperti ini, “aku
malu berdoa karena dosaku, karena itu aku tidak berdoa. Doa di saat aku butuh
Allah saja sama saja menghina Allah.” Tetapi kenyataannya orang itu sangat
jarang berdoa, bahkan di waktu butuh apalagi tidak butuh. Penjelasan pertanyaan
pertama, padahal rukun ibadah adalah cinta, takut, dan berharap. Beribadah
dengan cinta kepada Allah karena segala nikmat dan karunianya yang diberikan
kepada kita, takut akan adzab dan siksa neraka yang sangat pedih, dan berharap
hanya kepada Allah. Orang normal pasti berharap surga dan takut akan neraka,
karena itu merupakan ancaman Allah dan pasti ada karena merupakan janji Allah
sebagai balasan amal manusia. Kedua, pernah dengar Allah pasti mengabulkan doa
orang yang benar-benar meminta dan istiqomah? Doa yang dikabulkan pasti yang
terbaik bagi kita. Ampunan Allah begitu luas. Allah tak pernah bosan member ampunan,
tetapi kita yang lelah dan tidak mau meminta. Pernah dengar, orang yang tidak
mau berdoa adalah orang yang sombong? Cukup.
Ada juga orang ingin menjadi baik, tapi
tidak bisa mencontoh. “Aku mau hijab dong, kayak mbak mbak hijabers itu lho kelihatan
anggun. Walaupun berhijab tapi pantatnya masih terlihat indah.” Lalu temannya
yang sudah istiqomah berhijab syar’i mengatakan, “kamu jangan meniru dia, itu
nggak syar’i.” Perempuan yang ingin berhijab tadi pun mengatakan, “kamu kok
sukanya nyalah-nyalahkan sih? Dasar garis keras, biarin dong kalo aku pengen
kayak gitu!” Sekarang begini, seorang hakim harus menghukum orang yang salah dengan
seadil-adilnya. Hakim tidak boleh menyalahkan pelaku pemerkosa dan mengatakan “Oi
kamu itu salah, dasar pemerkosa.” Tentu tidak begitu, tetapi hakim wajib
menjatuhkan hukuman yang adil. Kita tidak boleh juga menyalahkan orang yang masih
menyimpang dari ajaran agama, walaupun terkesan seperti ajaran agama namun
belum sempurna. Tetapi, jika kita ingin berubah lebih baik dan mencontoh
seseorang, baiknya mencontoh yang sudah benar. Menjudge buruk tidak boleh, tapi
sebagai target untuk merubah diri lebih baik haruslah melihat orang yang benar
dan jauh lebih baik di atas kita. Standard perubahan diri harus lebih tinggi.
Sekian.
Semua karena memang begitu pada hakikatnya. Intinya, kita harus belajar. Belajar
agama bukan hanya untuk ustadz atau kyai, bukan karena kalo ingin jadi ustadz
atau kyai. Belajar agama itu wajib bagi setiap orang. Karena yang baik belum
tentu benar, tapi yang benar pastilah baik di mata Allah. Marilah kita
senantiasa menuntut ilmu dan tak berhenti sampai ajal menjemput, agar kita tahu
cara yang benar untuk persiapan pulang ke rumah.