Sekadar pengingat, agar jangan bahagia sendiri di hari dengan nuansa heroik ini. Dulu Indonesia pernah terjajah, dulu Palestina pernah membersamai dan mendoakan Indonesia. Sekarang, Indonesia (mungkin) sudah merdeka, tetapi, sekarang juga, Palestina sedang terjajah. Di hari kemerdekaan negeri ini yang ke-73 tahun, pada hari ini sampai detik ini, pada nyatanya sebagian orang masih bingung dengan apa yang harus dilakukan untuk membersamai Palestina. Bingung korelasi antara siapa diri ini dengan peran apa yang mungkin bisa dilakukan. Ada yang merasa tidak bisa melakukan apa-apa, tetapi pada akhirnya menyerah tetap tidak melakukan apa-apa. Sebagian orang, menuntut aksi nyata dari orang lain “apa yang kau lakukan”, “hai kau bisa apa”, “apa kontribusimu sebagai mahasiswa untuk itu”, “bagaimana peran orang pekerja sepertimu untuk membantu mereka” dan lain-lain. Banyak orang berekspektasi tinggi, menuntut lebih, bertopang pada harapan yang tak masuk akal untuk mewujudkan keinginan dengan tidak melihat kapasitas diri. Tetapi, banyak orang justru lupa melakukan apa yang mereka bisa sesuai kemampuannya. Lupa peran dasarnya. Padahal, jika tiap orang memanfaatkan kapasitas yang ada pada dirinya walaupun untuk melakukan hal kecil, jika digabungkan dengan individu lain maka bisa menjadi hal besar. Bahkan lebih heroik dari hari kemerdekaan saat ini. Nyatanya kita hanya melihat ke atas tapi lupa menyadari kesempatan apa yang bisa dilakukan oleh diri sendiri. Padahal, ketika kau buta, kau bisa melakukannya. Ketika kau bisu, kau masih bisa melakukannya. Ketika kau tuli, kau bisa melakukannya. Ketika kau kehilangan kaki dan tanganmu, kau masih bisa melakukannya. Ketika kau tak punya harta benda sepeser pun, kau juga masih bisa melakukannya. Tapi jika hatimu mati, kau takkan pernah bisa melakukannya. Ini adalah kontribusi termudah kita dalam kondisi paling sempit sekalipun. Apakah kita harus bakar-bakar ban untuk menarik perhatian pemerintah untuk membantu saudara kita? Apakah kita harus teriak-teriak di parkiran kampus untuk membantu saudara kita? Apakah kita harus turun ke tengah jalan, menghalang-halangi pengendara yang lewat untuk membantu saudara kita? Apakah kita harus berkata kotor pada dekanat dan pemerintah, serta menempel poster poster berisi “dukung Palestina” dengan cara tanpa bertanggungjawab? Biarlah tanggungjawab pemerintah sebagai tampuk tertinggi untuk melaksanakan tugasnya, jika sudah menyampaikan tanggapan secara langsung, jangan terlampau seperti pemimpin sehingga mengambil alih tugas pemerintah. Biarkan tugas tentara berperang, jika kondisi kita tidak memungkinkan untuk berperang, jangan terlampau heroik dengan ingin ikut perang dan mengatakan “ayo ke sana bantu perang, jangan diam saja”. Lah masuk dan keluar lokasi peperangan saja tidak mudah. Ada hal mendasar yang realistis bagi kita sementara ini, yaitu sudahkah kita mendoakan saudara kita di sana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar