“Saya tidak terlalu suka cabai, karena rasanya pedas dan menyakitkan. Saya lebih menyukai jamu, karena walaupun pahit tetapi dapat menyehatkan”
.
Tulisan lama pada foto di atas yang sering saya baca berulang kali sampai tuntas, selalu saja mengena di hati dan pikiran saya. Maknanya selalu tajam dan membekas karena menancap dalam di sukma keapatisan ini. Najwa Shihab memang jago membombardir saya lewat tulisan maupun perkataan. Saya menyoroti “kontribusi” dalam hal ini, bukannya saya tidak pernah berusaha untuk berkontribusi, hanya saja saya ingin para intelek muda yang membaca ini nantinya dapat lebih maksimal dalam menjalani hidupnya sebagai seorang “mahasiswa”. Saya yang saat ini (merasa) sebagai mahasiswa semester akhir (semoga saja memang yang terakhir), merasa kurang berkontribusi dalam hal apapun dan kepada siapapun sewaktu menjadi mahasiswa selama ini. Waktu adalah pembunuh yang membatasi saya, mirisnya waktu tak bisa diulang dan “penyesalan” tidak pernah tidak ikut mengiringi jalannya sang waktu. Kalaupun saya bisa mengulang waktu yang tercecer, ya mungkin belum pasti rekam jejak saya akan menjadi sempurna, tapi pasti saya akan berusaha lebih. Tapi, daripada kurang puas atau menyesal dan mengeluarkan omong kosong seperti ini nantinya, saya himbau kepada mahasiswa yang masih punya banyak waktu, untuk berkontribusi sebanyak-banyaknya kepada diri sendiri, orang lain, maupun tempat dimana Anda berada. Jika mahasiswa belum mempunyai niat dan semangat untuk “berkontribusi”, bahkan tidak sempat terpikir dalam benaknya, maka ruh mahasiswanya mungkin sudah tercabut dari raga berbatin keras itu. Kontribusi memang tidak harus saat menjadi mahasiswa saja, tapi mahasiswa punya akses dan kesempatan yang besar untuk “berkontribusi”.
.
Mau nyanggah dengan secangkir kopi boleh, tapi tidak untuk teman si kopi. Tempatmu tidak ada di sini. Bukannya saya menganggap buruk, saya menganggapnya baik kok karena beberapa dari Anda bisa senang dengan itu, hanya saja kerabat saya pernah sakit bahkan meninggal karena si rok*k, dan keluarga serta teman dekat wanita saya (berharap kalau saya bisa punya) juga tidak setuju jika saya bermesraan dan bercumbu dengan rok*k.
.
Kalau ingin berpikir untuk mengetik pernyataan yang bersifat tidak setuju dengan nilai yang ada pada tulisan ini, bisa disampaikan langsung dan nanti akan saya konsultasikan ke beberapa dosen yang saya kenal untuk menanyakan bagaimana seharusnya pembenaran (eh kebenaran maksudnya) nilai kehidupan yang nantinya pendapat lain itu akan saya berikan kepada Anda dan Anda pun boleh ikut, kalau berani. Karena sepertinya jika dilihat dari pandangan Anda, mahasiswa seperti saya selalu salah dan hanya dosen yang benar (atau dosen Anda anggap benar karena Anda tidak mampu berargumen lain, atau karena Anda hanya berani ngomong kesalahan di belakang).
.
Ngomong-ngomong, kalau penasaran tentang gambaran dan cara kontribusi yang dimaksud seperti apa, silakan mencoba untuk menggunakan senjata andalan Anda yang sering Anda gunakan untuk membela argumen diri sendiri dari guncangan orang lain, yang sering Anda gunakan untuk mencari kebenaran maupun pembenaran, senjata yang sering Anda bangga-banggakan untuk menolak kebenaran sejati saat kebenaran itu datang kepada Anda (akal). Silakan berpikir.
.
“Saya memelihara Ibu kucing dan beberapa anaknya, walaupun anaknya bertengkar dengan kucing liar yang warna bulunya sama persis, wajah yang juga terlihat sama pun, tetap bisa mengetahui yang mana anaknya dan mana yang harus dibela”
.
Tulisan lama pada foto di atas yang sering saya baca berulang kali sampai tuntas, selalu saja mengena di hati dan pikiran saya. Maknanya selalu tajam dan membekas karena menancap dalam di sukma keapatisan ini. Najwa Shihab memang jago membombardir saya lewat tulisan maupun perkataan. Saya menyoroti “kontribusi” dalam hal ini, bukannya saya tidak pernah berusaha untuk berkontribusi, hanya saja saya ingin para intelek muda yang membaca ini nantinya dapat lebih maksimal dalam menjalani hidupnya sebagai seorang “mahasiswa”. Saya yang saat ini (merasa) sebagai mahasiswa semester akhir (semoga saja memang yang terakhir), merasa kurang berkontribusi dalam hal apapun dan kepada siapapun sewaktu menjadi mahasiswa selama ini. Waktu adalah pembunuh yang membatasi saya, mirisnya waktu tak bisa diulang dan “penyesalan” tidak pernah tidak ikut mengiringi jalannya sang waktu. Kalaupun saya bisa mengulang waktu yang tercecer, ya mungkin belum pasti rekam jejak saya akan menjadi sempurna, tapi pasti saya akan berusaha lebih. Tapi, daripada kurang puas atau menyesal dan mengeluarkan omong kosong seperti ini nantinya, saya himbau kepada mahasiswa yang masih punya banyak waktu, untuk berkontribusi sebanyak-banyaknya kepada diri sendiri, orang lain, maupun tempat dimana Anda berada. Jika mahasiswa belum mempunyai niat dan semangat untuk “berkontribusi”, bahkan tidak sempat terpikir dalam benaknya, maka ruh mahasiswanya mungkin sudah tercabut dari raga berbatin keras itu. Kontribusi memang tidak harus saat menjadi mahasiswa saja, tapi mahasiswa punya akses dan kesempatan yang besar untuk “berkontribusi”.
.
Mau nyanggah dengan secangkir kopi boleh, tapi tidak untuk teman si kopi. Tempatmu tidak ada di sini. Bukannya saya menganggap buruk, saya menganggapnya baik kok karena beberapa dari Anda bisa senang dengan itu, hanya saja kerabat saya pernah sakit bahkan meninggal karena si rok*k, dan keluarga serta teman dekat wanita saya (berharap kalau saya bisa punya) juga tidak setuju jika saya bermesraan dan bercumbu dengan rok*k.
.
Kalau ingin berpikir untuk mengetik pernyataan yang bersifat tidak setuju dengan nilai yang ada pada tulisan ini, bisa disampaikan langsung dan nanti akan saya konsultasikan ke beberapa dosen yang saya kenal untuk menanyakan bagaimana seharusnya pembenaran (eh kebenaran maksudnya) nilai kehidupan yang nantinya pendapat lain itu akan saya berikan kepada Anda dan Anda pun boleh ikut, kalau berani. Karena sepertinya jika dilihat dari pandangan Anda, mahasiswa seperti saya selalu salah dan hanya dosen yang benar (atau dosen Anda anggap benar karena Anda tidak mampu berargumen lain, atau karena Anda hanya berani ngomong kesalahan di belakang).
.
Ngomong-ngomong, kalau penasaran tentang gambaran dan cara kontribusi yang dimaksud seperti apa, silakan mencoba untuk menggunakan senjata andalan Anda yang sering Anda gunakan untuk membela argumen diri sendiri dari guncangan orang lain, yang sering Anda gunakan untuk mencari kebenaran maupun pembenaran, senjata yang sering Anda bangga-banggakan untuk menolak kebenaran sejati saat kebenaran itu datang kepada Anda (akal). Silakan berpikir.
.
“Saya memelihara Ibu kucing dan beberapa anaknya, walaupun anaknya bertengkar dengan kucing liar yang warna bulunya sama persis, wajah yang juga terlihat sama pun, tetap bisa mengetahui yang mana anaknya dan mana yang harus dibela”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar