Sabtu, 10 November 2018
Idealisme Bukan Tuhan
Kau pikir sekadar pamali
Tapi kuyakin sebab Ilahi
Pasti tak kau sangka kali ini
Jelas kau minim edukasi
Kau cerdas hanya sebatas ilusi
Kerjanya mendiplomatis basi
Orang bilang ada tikus bodoh berdasi
Tapi kau kok tak berdasi
Apa jangan-jangan kau tikus yang asli
Rupanya bersembunyi di balik gengsi
Namun hobi berkelakar revolusi
Saat menyatakan paling berdedikasi
Ternyata kau otak-otak eksekusi
Katanya sih anti persekusi
Eh malah menuduh keji
Taqlid tak buta, tapi membabi
Makar menjadi suguhan ironi
Eksplisit lihai, mengimplisit pun pandai
Sungguh seni
Lihatlah, aduhai!
Ringan pernyataan tanpa aksi
Indahnya kemunafikan dalam diksi
Berlagak berani nihil kontribusi
Gemerlap intelektualitas tujuannya digunakan sebagai perhiasan diri
Lupa kau calon mati
Hei!
Kau punya akal apa sudah ditata rapi?
Tandai dulu agar tak tertukar sana sini
Jangan keburu membubung tinggi
Agar jatuh tak hancur rohani
Makanya hindari sekulerisasi
Atau cacat di akal semakin menjadi
Kami anti paham anarki
Sebaiknya kau berhati-hati
Karena kami teguh meyakini
Bahwa idealisme bukan Tuhan sejati
.
Kenapa kau pucat pasi?
Tenang, ini sudah selesai.
.
#HariPahlawan
#10November
#MerdekaAtauOmongTok
Tapi kuyakin sebab Ilahi
Pasti tak kau sangka kali ini
Jelas kau minim edukasi
Kau cerdas hanya sebatas ilusi
Kerjanya mendiplomatis basi
Orang bilang ada tikus bodoh berdasi
Tapi kau kok tak berdasi
Apa jangan-jangan kau tikus yang asli
Rupanya bersembunyi di balik gengsi
Namun hobi berkelakar revolusi
Saat menyatakan paling berdedikasi
Ternyata kau otak-otak eksekusi
Katanya sih anti persekusi
Eh malah menuduh keji
Taqlid tak buta, tapi membabi
Makar menjadi suguhan ironi
Eksplisit lihai, mengimplisit pun pandai
Sungguh seni
Lihatlah, aduhai!
Ringan pernyataan tanpa aksi
Indahnya kemunafikan dalam diksi
Berlagak berani nihil kontribusi
Gemerlap intelektualitas tujuannya digunakan sebagai perhiasan diri
Lupa kau calon mati
Hei!
Kau punya akal apa sudah ditata rapi?
Tandai dulu agar tak tertukar sana sini
Jangan keburu membubung tinggi
Agar jatuh tak hancur rohani
Makanya hindari sekulerisasi
Atau cacat di akal semakin menjadi
Kami anti paham anarki
Sebaiknya kau berhati-hati
Karena kami teguh meyakini
Bahwa idealisme bukan Tuhan sejati
.
Kenapa kau pucat pasi?
Tenang, ini sudah selesai.
.
Selamat hari pahlawan, apalah saya yang hanya seorang pemuda akhir zaman, terjebak di zona nyaman, banyak kemauan, tetapi miskin literasi dan keilmuan, yang jelas masih jauh dari perjuangan para pahlawan. Hidup berperang, tetapi menang kalah tak tahu-menahu, bahkan hidup mati tak jelas..
.#HariPahlawan
#10November
#MerdekaAtauOmongTok
Jumat, 09 November 2018
AKAN ADA
Akan ada masa dimana seorang muslim yang meninggalkan kewajiban dianggap biasa, dianggap itu toleransi untuk kaum milenial, wajar masa muda meninggalkan sholat dan segala macam alasannya yang karena ‘mumpung masih muda nikmati hidup aja dulu, entar tua baru belajar. Gak usah kaku-kaku jadi orang’
Akan ada masa dimana seorang muslim melakukan dosa dan berpaling dari syariat, tapi tidak mengakui kesalahan dengan berpayung pada perkataan ‘yang penting niatnya baik’
Akan ada masa dimana yang menjalankan kewajiban dianggap sebagai orang yang alim. Padahal dulu kalau hanya menjalankan perintah wajib saja, seorang muslim masih dikatakan level biasa dan jauh dari alim, juga merasa masih banyak kurangnya. Bahkan ada orang yang misal memang alim dan berpegang kuat pada sunnah pun, tetap merasa takut akan nasib dirinya.
Akan ada masa dimana orang hijrah dianggap orang asing dan aneh karena meninggalkan gemerlap dunia beserta dosa-dosanya yang dulu dia nikmati bersama kawan-kawannya.
Akan ada masa dimana orang yang baru mulai belajar mempratikkan amalan sunnah, justru dianggap ‘ekstrimis’ karena terlihat tak seperti kebanyakan orang.
Akan ada masa dimana orang yang berpegang teguh pada sunnah, dianggap ‘radikal’ dan menyalahi ajaran agamanya, karena di masa ini mereka sudah tak tahu mana yang sunnah, yang mereka tahu hanya ‘tidak sesuai dengan mayoritas budaya atau masyarakat kita’
Akan ada masa dimana saat orang sholat memakai sorban dengan niat menerapkan sunnah untuk mendapat keutamaannya, tetapi malah dianggap dia islam bukan dari negara ini, tapi ‘islam itu, islam itu, atau islam negara tertentu’
Akan ada masa dimana saat orang bersiwak sebelum sholat, dianggap ‘kuno dan kolot’ karena sekarang teknologi sudah maju, sudah ada sikat gigi. Padahal ada hadits tentang orang yang bersiwak sebelum sholat, 2 rakaatnya lebih mulia daripada 70 rakaatnya orang yang sholat tanpa bersiwak terlebih dahulu.
Akan ada masa dimana saat lelaki merawat jenggotnya dengan niat mengamalkan sunnah karena kecintaan pada Rasulullah dan karena ketaatan untuk Allah, lelaki itu justru dikatakan ‘jangan aneh-aneh’ bahkan sampai dianggap meniru budaya ‘kenegara-negaraan lain, ini bukan Indonesia, ini budaya itu lah, meniru negara itu lah’
Semakin mendekati kiamat, akan semakin banyak kasus ‘akan ada akan ada ini’ Prinsip ini semakin dipegang semakin menyakitkan, bagai menggenggam bara api yang menyala-nyala. Tetaplah menjadi seorang muslim yang berprinsip elegan, serta jangan lupa berakhlakul karimah terhadap orang lain. Saya pribadi juga sering seperti di video, beberapa kali marah saat diingatkan tentang kesalahan saya, tapi saya juga terkadang senang jika ada teman mengajak maksiat, dan terkadang juga bete jika ditinggal teman untuk melihat yang ‘asik-asik’.
Terkadang jika ada teman yang mengatakan,
“Bro, tadi ada cewek seksi lho”
“Heala, adanya tadi kok baru bilang sekarang -_-“
Semoga saya tak termasuk orang-orang yang zalim.
Akan ada masa dimana seorang muslim melakukan dosa dan berpaling dari syariat, tapi tidak mengakui kesalahan dengan berpayung pada perkataan ‘yang penting niatnya baik’
Akan ada masa dimana yang menjalankan kewajiban dianggap sebagai orang yang alim. Padahal dulu kalau hanya menjalankan perintah wajib saja, seorang muslim masih dikatakan level biasa dan jauh dari alim, juga merasa masih banyak kurangnya. Bahkan ada orang yang misal memang alim dan berpegang kuat pada sunnah pun, tetap merasa takut akan nasib dirinya.
Akan ada masa dimana orang hijrah dianggap orang asing dan aneh karena meninggalkan gemerlap dunia beserta dosa-dosanya yang dulu dia nikmati bersama kawan-kawannya.
Akan ada masa dimana orang yang baru mulai belajar mempratikkan amalan sunnah, justru dianggap ‘ekstrimis’ karena terlihat tak seperti kebanyakan orang.
Akan ada masa dimana orang yang berpegang teguh pada sunnah, dianggap ‘radikal’ dan menyalahi ajaran agamanya, karena di masa ini mereka sudah tak tahu mana yang sunnah, yang mereka tahu hanya ‘tidak sesuai dengan mayoritas budaya atau masyarakat kita’
Akan ada masa dimana saat orang sholat memakai sorban dengan niat menerapkan sunnah untuk mendapat keutamaannya, tetapi malah dianggap dia islam bukan dari negara ini, tapi ‘islam itu, islam itu, atau islam negara tertentu’
Akan ada masa dimana saat orang bersiwak sebelum sholat, dianggap ‘kuno dan kolot’ karena sekarang teknologi sudah maju, sudah ada sikat gigi. Padahal ada hadits tentang orang yang bersiwak sebelum sholat, 2 rakaatnya lebih mulia daripada 70 rakaatnya orang yang sholat tanpa bersiwak terlebih dahulu.
Akan ada masa dimana saat lelaki merawat jenggotnya dengan niat mengamalkan sunnah karena kecintaan pada Rasulullah dan karena ketaatan untuk Allah, lelaki itu justru dikatakan ‘jangan aneh-aneh’ bahkan sampai dianggap meniru budaya ‘kenegara-negaraan lain, ini bukan Indonesia, ini budaya itu lah, meniru negara itu lah’
Semakin mendekati kiamat, akan semakin banyak kasus ‘akan ada akan ada ini’ Prinsip ini semakin dipegang semakin menyakitkan, bagai menggenggam bara api yang menyala-nyala. Tetaplah menjadi seorang muslim yang berprinsip elegan, serta jangan lupa berakhlakul karimah terhadap orang lain. Saya pribadi juga sering seperti di video, beberapa kali marah saat diingatkan tentang kesalahan saya, tapi saya juga terkadang senang jika ada teman mengajak maksiat, dan terkadang juga bete jika ditinggal teman untuk melihat yang ‘asik-asik’.
Terkadang jika ada teman yang mengatakan,
“Bro, tadi ada cewek seksi lho”
“Heala, adanya tadi kok baru bilang sekarang -_-“
Semoga saya tak termasuk orang-orang yang zalim.
.
#SelfReminder
#MuhasabahDiri
#RenunganBersama
#SelfReminder
#MuhasabahDiri
#RenunganBersama
'1 Rabi'ul awal 1440 H'
Rabu, 07 November 2018
Di Tengah Kemelut Pembakaran Bendera Bertuliskan Kalimat Tauhid
(Masih)
di tengah kemelut pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid, kali ini saya
akan menulis untuk berbagi cerita, bukan lagi tulisan yang bersifat mencurahkan
pemikiran saya pribadi. Saya sebut kejadian dalam cerita ini sebagai hidayah
bagi saya. Kenapa kok saya PD ini adalah sebuah hidayah? Karena saya sering
sekali melakukan suatu kesalahan, yang setelah mendapat pengalaman yang akan
saya ceritakan ini, maka pengalaman itu seperti menyadarkan saya bahwa tindakan
saya selama ini sangat keliru dan boleh jadi secara tidak sadar pernah merugikan
individu maupun banyak pihak. Saya sebut intinya ini adalah petunjuk dari Allah
untuk meluruskan kesalahan-kesalahan saya selama hidup.
Apa
sih salah satu kesalahan saya selama hidup yang sering saya lakukan dan yang
kali ini akan saya bahas? Su’udzon atau berprasangka buruk terhadap orang lain.
Kita berprasangka buruk terhadap diri sendiri seperti putus asa saja tak boleh,
apalagi berprasangka jelek terhadap orang lain. Memangnya kita ini siapa?
Di
tengah pemberitaan media sosial yang begitu gencarnya menyodorkan tontonan
maupun tulisan provokatif tentang pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid,
saya mungkin termasuk salah satu orang yang mudah tersulut emosi dan terkadang
berprasangka buruk terhadap sesama saudara muslim saya. Pemuda memang penuh
gairah, apalagi pemuda yang baru sedikit-sedikit ikut kajian seperti saya,
gairahnya biasanya kebablasan tak aturan. Yah, namun saya bersyukur setidaknya masih
mempunyai gairah dan rasa keingintahuan yang tinggi, daripada tidak peduli dan
tidak punya gairah sama sekali. Terutama gairah dalam membela islam yang saya
maksud di sini. Saya akui saya berlebihan dan kurang terkondisikan, maka saya
akui kekhilafan saya.
Pembahasan
saya kali ini tidaklah mengenai itu bendera apa, siapa yang bersalah, hukum
yang memble, ataukah tentang pemimpin yang zalim. Tidak, cerita saya bukan itu.
Pembahasan saya adalah akar dari penerapan Tauhid itu sendiri, yang salah
satunya mencerminkan bagaimana cara kita bersikap berlandaskan iman dan akhlakul
karimah dalam berkehidupan.
Singkat
cerita, beberapa hari yang lalu saya dititipi atribut topi bertuliskan kalimat
Tauhid untuk dijual. Ada vendor yang memproduksi atribut topi berkalimat Tauhid
berskala kecil, pemilik vendor tersebut merupakan orang berketurunan arab. Nah,
saya dititipi oleh seseorang yang membeli atribut topi bertuliskan kalimat
Tauhid tersebut di tempat vendor yang pemiliknya orang arab tadi. Saya diminta
bantuan hanya untuk menjual topi tersebut, dan harga saya menjual asli sama
dengan harga yang dipatok dari vendor tadi. Jadi tak ada hasil dari pembelian
yang jatuh kepada saya, sederhananya dari awal saya memang dilarang untuk
mengambil keuntungan sepeser pun dan tidak saya jual untuk cari untung. Saya
lalu bantu menjual atribut topi bertuliskan kalimat Tauhid tersebut secara
langsung maupun lewat media sosial. INGAT DAN PAHAMI, SAYA HANYA MENJUAL UNTUK
MENDISTRIBUSIKAN BARANG BAGI ORANG YANG BERMINAT PADA PRODUK TOPI BERTULISKAN KALIMAT
TAUHID, BUKAN UNTUK MENCARI UNTUNG. Saya ulangi, tak ada niat mencari
keuntungan dalam penjualan ini, dan saya tidak mendapat untung sama sekali.
Kalau masih belum paham maksud saya dalam paragraf ini, baca 100x.
Selang
beberapa waktu saya menjual lewat postingan di media sosial, ada saja yang
melontarkan kalimat pedas menuju pada saya yang intinya,
“memanfaatkan konflik agama untuk mencari keuntungan?”
“agama dijadikan komoditas dagang?”
“pemanfaataan simbol Tauhid untuk dijual
dengan hal murah?”
Inti yang seakan-akan menuduh penjual
atribut bertuliskan kalimat Tauhid adalah seseorang yang mencari keuntungan
dunia melalui konflik agama. Banyak orang bilang, Tauhid itu diamalkan di hati
dan perbuatan, bukan memakai atribut Tauhid segala. Ya memang ya memang,
penerapan Tauhid dalam pikiran dan perbuatan itu yang paling penting, bukan
sebatas atribut duniawi. Tetapi pemakaian atribut Tauhid kan juga hanya simbol
kebanggaan, bukan berarti kita menyatakan iman kita lebih tinggi dari yang
tidak pakai atribut Tauhid dan menyatakan kita pasti masuk surga karena memakai
atribut Tauhid. Ya bukan seperti itu logikanya. Sekarang misalnya, toh kalau
bendera Tauhid dibakar, diinjak, diludahi, kita pasti akan marah karena simbol islam
dilecehkan. Misal hal itu terjadi, pertanyaannya kenapa kita akan marah? Karena
rasa bangga dan tindakan pembelaan simbol islam merupakan salah satu bentuk
penerapan dari Tauhid itu sendiri. Jadi, bukan yang memakai simbol atau atribut
Tauhid yang pasti masuk surga, tapi menjaga simbol atau atribut Tauhid adalah
merupakan salah satu penerapan dalam bertauhid. Jangan ada yang dipisahkan.
Akalnya ditata dulu biar nggak kebalik, dirapikan dulu biar nggak terlampau jenius dan biar nggak malah terkesan bodo akal sampean itu..
Setelah
itu saya hanya beristighfar, ternyata sehina ini diri saya tiap kali dulu saya berprasangka
buruk kepada orang lain. Kehinaan akibat su’udzon seakan langsung kembali pada si
pelaku, jika sang pelaku menyadarinya saja sih. Kalau yang menghina kita orang
kafir, tidak perlu marah. Wajar saja, karena orang kafir atau orang yang tidak
percaya Allah, memang tidak tahu islam ataupun nilai-nilai islam. Tetapi jika
yang menghina atau su’udzon terhadap orang islam adalah sesama orang islam
sendiri, apakah itu tidak tambah semakin menyakiti? Akal boleh main, IQ boleh
jenius, tapi jika kita tidak bisa mengontrol akal, logika, atau kecerdasan yang
selalu kita sombongkan, hati-hati saja. Apa yang kita prasangkakan belum tentu
seburuk niat orang lain. Walaupun niat orang lain salah saja kita tidak boleh
menuduh, apalagi kalau belum tahu niat orang lain? Bisa jadi semua yang kita
sombongkan dan kita banggakan itu, tidak menyelamatkan kita di akhirat, malah
menjadi beban penyebab kehinaan saat hisab nanti. Jika dosa pada Allah, kita
bisa taubat nasuha. Namun jika dosa kita karena menyakiti orang lain dengan
tuduhan yang salah yang kita akui sebagai 'Tuduhan Berintelektual' milik kita,
jika orang itu tidak memaafkan lalu menuntut Anda di hadapan Allah karena dosa
Anda terhadap orang itu, maka habislah Anda. Waspadai sekulerisme. "Menggunakan
akal untuk mendekatkan diri pada Tuhan itu harus, tapi waspadalah apabila kita justru mulai menuhankan akal.”
Sekian
cerita berbagi pengalaman saya. Cerita ini hanya untuk membuka pikiran, tidak
bermaksud menyindir atau menghina siapapun. Inilah negeri saya, bahkan di dalam konflik tetap bisa saja ada konflik. Di samping masalah, selalu ada masalah lain. Semoga dapat diambil pelajaran bagi
yang lain agar selalu berprasangka baik terhadap sesama, tidak seperti saya
yang sering berprasangka buruk. Agar negeri ini, benar-benar merdeka dan sukses bertauhid.
#MuhasabahDiri
#RenunganBersama
’29 Shafar 1440 H’
Langganan:
Postingan (Atom)