Minggu, 30 September 2018

Sebuah Tujuan

Tujuan kita jangan dunia, dunia itu hina. Tujuan kita jangan materi, materi itu kecil.
.
Begitu pula tujuan utama seorang sarjana, terlalu rendahan jika “hanya” menetapkan lulus kuliah ingin mendapatkan dan berbangga-banggaan dengan cap ipk tinggi, banyak penghargaan lomba, atau diakui sebagai mantan petinggi organisasi. Bukannya hal-hal tersebut tidak penting, ipk tinggi dkk itu penting dan wajib harus kita targetkan, tapi jangan salah mengutamakan prioritas tujuan dan malah mengabaikan tuntutan dasar pada gelar sarjana. Seorang sarjana tentu telah melewati tahun yang panjang untuk sekolah serta menghabiskan uang yang banyak untuk membayar biaya sekolah. Berapa tahun kita sekolah? Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, atau jenjang pendidikan yang sederajat sampai kuliah sekalipun, coba hitung berapa hari kita ditempa dan berapa banyak uang yang keluar.
TK diajari guru, SD, SMP, SMA juga diajari guru yang pintar dan kompeten di bidangnya, kuliah diajari dosen lulusan S2, S3, sampai profesor, dari pengajar lulusan dalam negeri sampai luar negeri sekalipun, dan mereka juga termasuk orang-orang yang kompeten di bidangnya. Lalu kita tidak meresap pelajaran dari mereka sehingga menjadikan diri ini pribadi lebih baik? Butuh diajar orang seperti apa lagi supaya kita bisa menjadi lebih baik?
Dan lagi, kalau sampai saat ini juga, kenikmatan diberi kesempatan sekolah bertahun-tahun tidak bisa menjadikan kita setidaknya sebagai pribadi yang bermoral, kalau berjuta-juta harta yang tergelontorkan untuk menyokong pendidikan kita selama ini tidak menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih baik, maka butuh berapa tahun dan berapa banyak materi lagi untuk membentuk kita menjadi pribadi yang baik?
.
Excellence with Morality, begitu besar kan Pak Rektor, harapan yang Anda inginkan untuk lulusan UNAIR? Sudah lama tak berkunjung ke sana, semoga suatu hari bisa ke rumah Bapak lagi seperti dulu..
.
Terima kasih UNAIR dan FPK UNAIR.
 '20 Al-Muharram 1440 H’

Sabtu, 08 September 2018

Bismillah

Saat nasihat dianggap muslihat..
Saat bicara dianggap durhaka..
Tetapi,
Mohon maaf sebelumnya, saya hanya berniat berbagi, insyaaAllah yang ini sudah berusaha dilakukan, dan tidak berniat yang lain, terpenting semoga tidak ada yang tersakiti. Semoga selepas ini, kelak tak ada tuntutan menegangkan yang terjadi pada saya. Beberapa hari kemarin ada pelajaran tentang amal jariyah, yaitu perbuatan baik yang pahalanya terus mengalir walaupun orang itu tidak melakukan perbuatan baik atau walaupun sudah meninggal sekalipun. Waktu itu temanya sosmed, membahas tentang wanita yang menyebar foto dengan tidak menutup aurat, apalagi yang tampak menggoda dan disebar di sosial media. Biasanya hal begini identik dengan wanita. Saya yang dangkal ilmu, menyindir teman wanita saya.
“Hayo kamu, bahaya lho fotomu. Hati-hati, haha”.
Saya langsung ditegur yang lain, “hey kamu (Aldo), jangan pikir dirimu bebas dari dosa macam itu. Coba cek sosmedmu!”.
Setelah saya cek, walaupun saya tak menyebar foto diri yang tak menutup aurat di sosmed, ternyata banyak foto saya bersama teman saya yang tidak menutup aurat. Ternyata itu maksudnya, saya seketika itu langsung resah. Sempat terpikir, eman juga menghapus foto yang banyak jumlah likenya. Jumlah like/love kan bisa melambangkan tingkat popularitas, apalagi foto dengan jumlah like paling tinggi di antara postingan lain, kan eman kalau dihapus. Tapi saya percaya, akan ada ganti yang lebih baik. Setelah selesai berpikir bulat, langsung saya hapus foto bareng teman yang tak mengenakan pakaian sesuai syariat, yang saya sebar di akun media sosial. Saya diingatkan, karena selain adanya amal jariyah, ada juga dosa jariyah (dosa yang terus mengalir walaupun kita tidak berbuat dan akan dipertanggungjawabkan walau kita sudah meninggal sekalipun). Meskipun diri kita aman, belum tentu foto kita dengan orang lain yang kita sebar di sosial media sudah dijamin bebas dari pertanggungjawaban, dan kita yang turut menyebarkan foto tersebut, akan dihisab juga kelak. Memang sih, walaupun kita sering melakukan dan tak bisa lepas dari dosa, setidaknya jangan beri peluang diri kita untuk menumpuk dosa dengan cara seperti ini. Ibaratnya, seperti orang yang mengatakan merokok tak merokok pun mati. Orang yang sudah sakit akut akibat rokok tuh pasti ingin sembuh, sama seperti orang yang sedang meregang nyawa di rumah sakit, mereka masih hidup tapi mereka tidak ingin sakit bro, mereka ingin sembuh. Tak pantas jika kita yang berpangkat atau berpendidikan tinggi berpikiran rendah semacam ini. Pelajaran penting lain yang harus orang ambil dari kekurangan saya, yaitu saat di rumah jangan lupa dandan dulu, merapikan diri, “ngaca”, pastikan semuanya beres dulu, sebelum benar-benar “keluar” untuk berinteraksi dengan orang lain.
#RenunganBersama