Manajemen akuakultur
adalah perencanaan, pengaturan, pengoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya dan beberapa aspek yang bersangkutan dengan akuakultur
guna menciptakan kondisi yang ideal pada sistem budidaya perikanan. Ilmu
manajemen dalam akuakultur sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam
budidaya. Manajemen akuakultur mengajarkan beberapa hal berkaitan dengan
pengetahuan yang harus dimiliki oleh pembudidaya, beberapa di antaranya adalah
proses pengangkutan, aklimatisasi, dan uji stres.
Proses pengangkutan termasuk teknik penting
yang harus diketahui oleh pembudidaya, karena jika proses pengangkutan gagal
maka benih yang diangkut untuk kebutuhan budidaya akan mati. Proses
pengangkutan menggunakan suhu rendah untuk meminimalisasi benih budidaya dari
gangguan stres. Es batu digunakan untuk proses pengangkutan ikan, namun
kebutuhan es batu harus diperkirakan agar ikan tidak mati membeku. Penggunaan
es batu dimaksudkan untuk menurunkan tingkat metabolisme pada organisme
budidaya yang diangkut agar tidak banyak mengeluarkan tenaga. Kondisi suhu
rendah akan mengurangi banyaknya tenaga yang terbuang dan dapat memperlambat
proses metabolisme sehingga ikan yang diangkut dapat bertahan dalam kondisi
yang cukup lama, mulai dari hitungan menit sampai hari sekalipun.
Aklimatisasi
merupakan proses penyesuaian atau pengadaptasian fisiologis suatu organisme
terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Aklimatisasi pada
perikanan kerap kali berkaitan dengan suhu. Ikan yang baru datang dalam kondisi
dalam plastik pengemasan, idealnya sebelum ditebar ke akuarium, kolam, atau
tambak baiknya dilakukan penyesuaian suhu air dalam plastik kemasan ikan dengan
air yang berada pada media di luar plastik kemasan. Aklimatisasi dilakukan
dengan mencelupkan plastik berisi air dan ikan ke media air tempat ikan
dipindahkan. Tanda jika suhu luar dan dalam sudah sama, yaitu terjadi
pengembunan pada plastik pengemasan. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar saat
ikan yang umumnya pasti mengalami stres dalam proses pengangkutan, tidak
mengalami shock atau kaget saat dipindahkan ke media air lain. Stres dalam
organisme budidaya perairan dapat mengakibatkan dampak yang sangat fatal bagi
organisme budidaya.
Uji
stres dan ketahanan pada organisme budidaya juga merupakan dua hal lain yang
harus dimiliki pembudidaya di samping teknik pengangkutan dan aklimatisasi pada
benih ikan atau udang. Uji stres yang dilakukan biasa menggunakan garam atau
formalin. Dua uji ini biasa dilakukan pada
benur (benih udang) atau nener (benih bandeng) yang akan ditebar untuk
dibudidaya. Uji menggunakan garam merupakan uji penyesuaian salinitas yang
berbeda pada ikan. Salinitas menentukan kemampuan ikan atau udang dalamn
mengatur sistem osmoregulasi pada ikan, jika ikan atau udang yang diuji pada
salinitas berbeda tetap hidup maka benih ikan atau udang tersebut layak
digunakan. Uji salinitas dilakukan pada perbedaan yang tidak terlalu mencolok,
biasanya berbeda 5 sampai 15 ppt. Uji menggunakan formalin dilakukan dengan
konsentrasi dan waktu tertentu. Konsentrasi formalin yang digunakan bisa 100
ppm dengan waktu mulai dari 5 menit sampai 30 menit. Uji menggunakan formalin
ini untuk menentukan benih udang sehat atau tidak, serta bisa menghilangkan
penyakit yang menempel pada benur.
Praktik
lainnya pada manajemen akuakultur adalah memelihara ikan di akuarium dan juga
di kolam budidaya secara langsung. Pemeliharaan ikan di akuarium dilakukan
dengan pengontrolan kualitas air secara terkontrol setiap hari dengan indikator
terkontrol seperti pH, suhu, amoniak, DO atau oksigen terlarut. Pakan yang
diberikan pada ikan budidaya juga harus dihitung seberat 3% berat tubuh dan dilakukan
juga penghitungan FCR atau rasio perbandingan pemanfaatan pakan dengan
pertambahan berat tubuh. Berat dan panjang ikan juga diamati untuk mengetahui
seberapa sukses perkembangan ikan yang dibudidaya. Budidaya ikan pada kolam
dengan membuat tanjaran mempunyai kondisi lingkungan yang lebih ekstrim lagi. Pengontrolan
kualitas air seperti pH, suhu, DO tetap harus dilakukan, namun kondisi alam
yang tidak bisa selalu dikontrol, kualitas air yang lebih dinamis, serta
predator yang tidak terduga bisa jadi penghambat dalam budidaya. Budidaya
adalah seni, seniman itu adalah KITA.